Rabu, 02 Juni 2010

10. PRAKTEK RITUAL KESEHARIAN UMAT HINDU (IDENTIFIKASI & ESENSI)

ye yatha may prapadyante tays tathaiva bhajamy aham, mama vartmanuvartante manuuyaa partha sarvauaa.
(Bhagavadgita IV.11)
‘Jalan manapun ditempuh manusia kearah-Ku, semuanya Ku terima, dari mana-mana semua mereka menuju jalan-Ku, wahai Partha (Arjuna).
______________________________________________________________________________
Oleh : Dewa Nyoman Suardana
Koordinator Bidang Pawongan
KKN IHDN IV Desa Dalung

A. Pendahuluan
Agama Hindu kepercayaan hidup pada ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa (yang kekal abadi). Tujuan agama Hindu atau Hindu Dharma adalah untuk mencapai kedamaian rohani dan kesejahteraan hidup jasmani (Mokshartham jagadhitaya ca iti dharma). Agama Hindu mempunyai 3 (tiga) kerangka dasar utama yaitu : 1. Tatwa/Filsafat, 2. Susila/Ethika, 3. Upacara/Ritual. Dalam agma Hindu terdapat asas keimanan yang disebut SRADDHA (kepercayaan). Kepercayaan ini disebut Panca Sraddha. Panca artinya lima dan Sraddha artinya kepercayaan, jadi Panca Sraddha yaitu Lima Kepercayaan, yaitu: 1. Percaya dengan adanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), 2. Percaya dengan adanya atma (roh leluhur), 3. Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala, 4. Percaya dengan adanya Samsara (punarbhawa), 5. Percaya adanya Moksa.
Kata Bali berarti Banten. Banten adalah lambang kesucian karena merupakan simbol Weda sekaligus perwujudan bhakti dan rasa syukur umat Hindu kepada Tuhan. Kesucian Bali meliputi parahyangan, pawongan, dan palemahan yang juga disebut Tri Hita Karana. Kesucian orang tidak lepas dari moralnya. Orang dikatakan suci kalau moralnya baik, sesuai dengan tuntunan ajaran agama, kaidah hidup, budaya dan undang-undang yang berlaku. Di Bali terdapat banyak hari suci Hindu itu dikarenakan para leluhur orang Bali berharap agar tiap saat ingat tentang kesucian.
Bali yang menggunakan pendekatan konsep desa, kala, patra dalam melaksanakan ritual menunjukkan bahwa Bali telah menerapkan konsep pemikiran pluralisme sebelum paradigma pluralisme menjadi trend zaman.
Konsep desa, kala, patra telah mampu menampung dan mengakomodasi berbagai potensi riil yang ada pada masyarakat, konsep ini memiliki prosedur kebijaksanaan berdasarkan pada pertimbangan tempat, waktu, situasi dan kondisi.
Semua potensi-potensi tersebut dipertimbangkan dengan cermat dan bijak dalam mengambil sebuah keputusan untuk melaksanakan suatu kewajiban utamanya yang berkaitan dengan ritual. sesungguhnya yang disebut upacara (ritual) tidak semata-mata upacara seperti persembahyangan yang yang menggunakan upakara (sarana materi). Dalam pengertian yang lebih luas, berdoa dengan cara berkonsentrasi atau memusatkan pikiran kepada Tuhan, dan lain-lainnya semua itu juga adalah ritual.
B. Pengertian dan Fungsi Mantram
Mengapa penggunaan mantra sangat diperlukan dalam sembahyang? Terhadap pertanyaan ini dapat dijelaskan bahwa sesuai dengan makna kata mantra yakni, alat untuk mengikatkan pikiran kepada obyek yang dipuja (Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Brahman).
Mantram-mantram berfungsi sebagai stuti, stave, stotra, atau pūjā yang bermakna untuk mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, para dewata manifestasi-Nya, para leluhur dan guru-guru suci, dalam pengertian ini termasuk pula untuk memohon keselamatan, kerahayuan, ketenangan dan kebahagiaan. Dalam fungsinya untuk memohon perlindungan diri, maka mantram berfungsi sebagai Kavaca (baju gaib yang melindungi tubuh dan pikiran kita dari kekuatan-kekuatan negatif atau jahat) dan Pañjara (membentengi keluarga dari berbagai halangan atau kejahatan).
Perlu ditambahkan, bila mengucapkan atau merapalkan mantram-mantram, hendaknya dipahami benar-benar arti dan maknanya. mengucapkan mantram tanpa mengerti makna, kitab Nirukta (1.13) menyatakan : Seorang yang mengucapkan mantram dan tidak memahami makna yang terkandung dalam mantram itu, tidak pernah memperoleh penerangan (kurang berhasil) seperti halnya sepotong kayu bakar, walaupun disiram dengan minyak tanah, tidak akan terbakar bila tidak disulut dengan korek api. Demikian pula halnya orang yang hanya mengucapkan mantram tidak pernah memperoleh cahaya pengetahuan yang sejati.
Menurut berbagai informasi dinyatakan bahwa terdapat tiga macam cara pengucapan mantram, yaitu:
1. Vaikari (ucapan mantram terdengar oleh orang lain).
2. Upāmsu (berbisik-bisik, bibir bergerak, namun suara tidak terdengar).
3. Mānasika (terucap hanya di dalam hati, mulut tertutup rapat).
Dari ketiga jenis atau cara pengucapan mantram diatas, Mānasika yang diyakini paling tinggi dan menurut hemat pemikiran, yang penting adalah kesujudan, kekusukkan, dan kesungguhan yang dilandasi oleh kesucian hati.

Tidak ada komentar :