Senin, 08 Februari 2010

1. OTOBIOGRAFI PEMERAJAN CANDI

PRAKATA
Om Swastyastu
artinya: “Om Hyang Widhi semoga hamba selalu dalam keadaan selamat atas karuniaNya”
Om Awighnamastu namosiddham
artinya: “Om Hyang Widhi, semoga tiada halangan, semoga tujuan tercapai”
Om Sidhirastu Tatastu swaha
artinya: “Oh Hyang Widhi hormat kami semoga semua berhasil dan sukses dengan baik”
Om ā no bhadrāh kratavo yantu visvatah,….
(Rgveda I.89.1)
artinya: “ Oh Hyang Widhi, semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru”
“Uttisthatah jagratah prapya varan nibodhata”
artinya: “wahai manusia, bangunlah dan bangkitlah, jangan berhenti sampai tujuanmu tercapai”
“DENGAN SEMANGAT KEKELUARGAAN, KITA
TUMBUHKAN KESADARAN DIRI, MELALUI ORGANISASI,
WUJUDKAN MUFAKAT , MENUJU PERUBAHAN, DEMI
KEMAJUAN BERSAMA”

2. DASAR PEMIKIRAN

Sesungguhnya sangatlah sulit untuk kami dapat menjelaskan maksud dari apa yang akan disajikan oleh catatan buku kecil ini. Kami selaku penyusun buku ini yang kami beri judul “OTOBIOGRAFI STT PEMERAJAN CANDI MANGGIS”. Hanya berangkat dan termotivasi dari sebuah kalimat yang berbunyi “Kalau bukan kita, siapa lagi…?” serta sebuah kalimat yang berbunyi “Jangan sekali-kali melupakan atau meninggalkan sejarah, (JASMERAH,Soekarno)”. Kami bukanlah berniat untuk memperlihatkan apapun, tidak juga menyanjung siapapun, ini murni dan tulus disuguhkan buat generasi penerus bagi pengurus selanjutnya agar bisa dipergunakan sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja kepengurusan organisasi yang telah diwariskan oleh para eksper-eksper atau para pakar-pakar profesional terdahulu yang jauh memiliki kapabilitas atau kemampuan serta kualitas yang tidak perlu diragukan lagi. Warisan kinerja mereka tersebut dapat kita lihat dan rasakan hingga sekarang ini.
Sekali lagi kami dapat sampaikan dan afirmasikan atau pertegas bahwa tidak ada motif apapun tentang penyusunan buku ini atau sedikitpun tidak ada dimaksudkan sebagai perbandingan bagi kepengurusan ”Dulu, Sekarang dan Yang Akan Datang”, selain murni hanya sebagai dokumentasi bagi organisasi untuk keajegan dan kelanggengan STT untuk seterusnya yang pada dasarnya diarahkan sebagai bahan evaluasi bagi generasi kepengurusan selanjutnya. Tidak menutup kemungkinan isi dari buku ini direvisi sesuai dengan perkembangan paradigma atau pola pikir generasi STT dan perkembangan berdasarkan data-data temuan terbaru untuk kelengkapan data dokumentasi bagi generasi mendatang. Juga catatan buku kecil ini kami harapkan mampu menjadi referensi dasar untuk menumbuhkan inspirasi generasi selanjutnya untuk seterusnya bersedia mengapresiasikan segala upaya dan usaha atau jerih payah, loyalitas serta dedikasi pendahulunya, yang sedianya mereka muat dalam sebuah catatan dokumentasi kinerja pendahulunya, sebagai wujud rasa terima kasihnya terhadap warisan yang diterimanya. Terima kasih kami sampaikan kepada informan yang telah meluangkan waktunya untuk kami serta mau berbagi pengalaman, memberikan informasi berdasarkan apa yang diketahui, juga memotivasi ide dari kami. Untuk selanjutnya kami tetap meminta dukungan dari pemikir-pemikir yang membangun kemajuan.

3. PRAWACANA



Om Svastyastu,

Dhyauh santir antariksam santih prithivi santir apah santir osdhaya santih vanaspatayah santir visve devah santir brahma santih santir sarvam santih santir eva santih sa ma santir edhí

Yajurveda XXXVI.17

(Semoga di Sorga ada kedamaian, semoga di angkasa ada kedamaian, semoga di bumi ada kedamaian, di air ada kedamaian, di dalam semak belukar ada kedamaian, di dalam hutan ada kedamaian, di alam para dewa ada kedamaian, di alam Brahma ada kedamaian, semoga dimana-mana penuh dengan kedamaian)

Pertama-tama segala Puja dan puji abhivandana penulis haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ‘Tuhan Yang Maha Kuasa’ karena atas anugerah dan tuntunanNya, buku OTOBIOGRAFI STT PEMERAJAN CANDI MANGGIS ini dapat terselesaikan. Kedua, Puja dan puji abhivandana juga penulis haturkan kehadapan Ida Bhatara Bhatari Sesuhunan Sane Malingga Malinggih Ring Pemerajan Candi Manggis. Ketiga, ucapan dan rasa tarimakasih yang mendalam penulis haturkan kehadapan Para Leluhur baik yang telah lahir, yang masih hidup, dan yang akan lahir karena beliau-beliaulah siklus perputaran kehidupan, regenerasi, turun temurun tetap berlanjut.

Pengurus dan anggota merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan jika dianalogikan seperti layaknya Kunci dan Gembok yang merupakan simbol konfigurasi atau kesatuan yang masing-masing memiliki peran penting apabila kedua kompartemen atau bagian yang terpisah tersebut disatukan mampu menghantarkan serta dapat membuka pintu kesuksesan. Adapun alasan kenapa kami lebih mempertegas tentang formatur pengurusnya tiada lain adalah memberikan apresiasi terhadap kesediaan ataupun keihklasannya memangku atau mengemban jabatan tersebut yang dimandatkan oleh anggota kepadanya. Unsur kredibilitas atau kepercayaan disini berperan penuh karena apabila seseorang tidak dipercaya memiliki kapabilitas atau kemampuan dan dipandang bisa menggerakkan roda organisasi tersebut, orang itu tidak mungkin akan dikooptasi atau dipilih dan diberikan untuk memegang jabatan tersebut. Seperti yang diketahui peran pengurus sendiri bukanlah hanya mengatur semata akan tetapi mereka dibebankan pada tanggung jawab yang besar. Mengurus bukan berarti memerintah, mengurus disini adalah menata, menjaga dan mengembangkan organisasi kearah yang lebih baik. Jadi tidak ada maksud bahwa kami mengistimewakan atau memberikan bentuk penghargaan khusus kepada mereka (pengurus). Kita semua mengetahui pengurus tanpa anggota tidak berarti apa-apa akan tetapi kita juga mesti bisa merenungkan dan sadar betapa sulit dan susahnya untuk bisa menjadikan seseorang agar mau memimpin dan duduk sebagai pengurus dikarenakan duduk dalam kepengurusan STT murni ngayah, mentransformasikan kemampuan yang dimilikinya demi kemajuan organisasi bukan untuk mendapatkan atau mencari keuntungan (bayaran, prestise). Jadi kami harapkan tidak ada alasan untuk kita berasumsi buruk (negatif thinking).

Semula ada perasaan enggan untuk menulis buku Otobiografi STT Pemerajan Candi Manggis ini, sebab Otobiografi STT Pemerajan Candi Manggis menyangkut tentang peran daripada banyak pihak atau pelaku langsung yang coba kami dokumentasikan, memang sangatlah tidak relevan atau sesuai apabila sebuah dokumentasi sejarah, ada beberapa catatan yang mungkin bisa saja tidak tepat tapi tanpa sengaja kami muat ataupun sebaliknya beberapa catatan yang semestinya penting untuk dimuat lupa/hilang atau luput dari pendataan. Kesalahan seperti ini bisa saja memunculkan sebuah kecemburuan ataupun ketidak senangan. Dan keengganan muncul juga dikarenakan kemungkinan akan muncul interpretasi atau tafsiran beberapa pihak yang akan mencibir dan melontarkan kalimat tidak berkenan mengingat catatan buku kecil ini sudah jelas tidak sempurna dan tidak bermanfaat bagi beberapa ataupun semua pihak, karena buku kecil ini juga dibuat oleh orang yang tidak sempurna. Memang ketakutan itu ada awalnya, namun penulis teringat sebuah cerita yang menyadarkan penulis yang pernah penulis baca dalam Itihasa kisah Ramayana Kandha ke 4/IV; YUDDHA KANDHA.

Mengambil dari kisah Tupai dan Kera sewaktu pembuatan jembatan Situbandha dalam kisah Ramayana. Dimana dalam cerita tersebut kelompok pasukan kera memiliki kekuatan dan memiliki banyak massa dalam pembuatan jembatan tersebut, diceritakan ada seekor Tupai yang berkeinginan untuk ambil bagian dalam momen tersebut. Kalau dipikir tidaklah mungkin seekor Tupai mampu menyumbangkan sesuatu mengingat tubuhnya kecil dan ia hanya sendirian, tapi nyatanya Tupai itu pun dapat ikut ambil bagian dengan cara mencelupkan tubuhnya ke laut setelah tubuhnya basah kemudian ia pun menggelindingkan tubuhnya diatas pasir dan setelah itu ia mengibaskan pasir yang melekat ditubuhnya agar jatuh diatas tumpukan jembatan batu yang dikumpulkan oleh sekumpulan pasukan kera tersebut”.

Makna yang dapat kita petik adalah “Kita membagikan kepada STT dan Banjar kita berdasarkan kemampuan kita, meskipun bentuk peran terkecil sekalipun, Itu sudah sangat berarti sekali ketimbang tidak sama sekali kita mau ambil peran untuk STT dan Banjar Candi khususnya”. Catatan buku ini bisa dibilang kecil, mungkin juga kurang dan tanpa makna bagi orang lain tentunya, akan tetapi mengevaluasi atau mempelajari dari cerita diatas tadi kami hanya mampu dan dapat menyumbangkan dalam bentuk karya semacam ini, yang sudah jelas banyak terdapat kekurangan dan mungkin juga tidak bisa merefresentasikan atau mewakili keinginan semua orang, kami mohon maaf atas itu.

Dan, rampungnya buku ini juga tidak terlepas dari dukungan beberapa orang, untuk itu adalah sangat pantas penulis menyampaikan ucapan terima kasih; Pertama-tama kepada yth. Para Pemangku di Pemerajan Candi baik yang terdahulu, sekarang dan yang akan datang, karena beliaulah proses ritual tetap berlangsung. Kedua kepada Yth. Para Fungsionaris atau para Pengurus baik di tingkat Penglingsir dan STT dari yang terdahulu, sekarang hingga yang akan datang, karena merekalah roda keorganisasian tetap berefleksi atau bergerak. Berikutnya ucapan terima kasih juga sangat pantas penulis sampaikan kepada yth. Dewa Putu Arum karena beliaulah yang pertama memberi bimbingan spiritual dan memberikan bantuan ketika penulis tidak mampu memecahkan problem kehidupan. Bagi penulis, beliau adalah seorang ayah, kakak, guru, pembimbing, dan sahabat yang tidak pernah menunjukkan rasa tinggi hati dihadapan penulis. Penulis juga sangat pantas menyampaikan ucapan dan rasa terima kasih kepada yth. Dewa Putu Singarsa, Spt,Mpt…? yang sekarang beliau menjabat sebagai Dosen di Universitas Udayana (Unud)….? beliau juga pernah memberi bimbingan dan membantu menghantarkan penulis untuk kembali menekuni dunia pendidikan. Banyak sekali bantuan yang penulis dapat dari beliau yang tidak bisa penulis ungkapkan semuanya karena keterbatasan daya ingat penulis, beliau merupakan inspirator bagi penulis. Berikut yth. I Putu Sutisna bersama saudaranya I Made Suardika dari Mengwi, yang juga telah membantu banyak dalam penyediaan fasilitas (komputer) dan menyumbangkan tenaganya untuk ini, mereka adalah teman, kawan, sahabat, yang selalu siap diajak diskusi, dialog, atau bahkan diajak bertengkar. Ucapan yang sama penulis patut sampaikan kepada yth. Desak Ketut Alit Suardani? yang telah membantu ketika file buku ini hilang sewaktu disimpan dikomputer, beliau mau untuk mengetik ulang catatan yang telah hilang tersebut. Selanjutnya ucapan yang sama juga penulis patut sampaikan kepada yth. Dewa Putu Anggara Widhi selaku fotograper yang juga telah ambil bagian dalam mendokumentasikan wajah-wajah para informan. Ucapan dan rasa terima kasih juga sangat pantas penulis haturkan kepada rekan-rekan Pengurus STT angkatan 7/VII diantaranya ada; Dewa Putu Sugiarta (Wakil Ketua I), Dewa Ketut Astawa (Wakil Ketua II), Dewa Gede Jiwa (Sekretaris), Dewa Ayu Eka Yulianingrum (Bendahara), Dewa Nyoman Sugiarta (Wabid Publikasi & Dokumentasi/PUB-DOK), Dewa Nyoman Arik Sudiatmika, Spar (Wabid Usaha), Desak Nyoman Ariani (Wabid Seremonial), Dewa Made Yudiartana (Koordinator Lapangan/KORLAP), Dewa Ketut Garbajata (Pelatihan dan Pengembangan/LITBANG), karena kesabaran dan kerjasamanya yang senantiasa siap mendampingi penulis dalam mengemban mandat kepercayaan yang diberikan STT. Dan selain itu karena keikhlasannya membagi tidak hanya waktu tetapi juga pemikiran dan bahkan materi. Selanjutnya ucapan terima kasih yang sama, pantas penulis sampaikan kepada yth. T.M.Ramachandran(Ramaji) dari Organisasi HSS (Hindu Sevai Sangam) dan kepada brother Goopi N Cheelapan dari Malaysia yang memberikan kebebasan untuk memakai fasilitas kerja (computer) untuk melanjutkan merampungkan buku ini, mereka juga layaknya sebagai ayah, kakak, dan sahabat yang selalu siap diajak berdialog secara sungguh-sungguh. Ucapan terima kasih yang sama juga pantas disampaikan kepada yth. Informan yang telah berbagi waktu dan pengalaman untuk mengisi lembaran buku ini dengan menyumbangkan data-data yang sangat kami butuhkan. Ucapan terima kasih juga pantas penulis sampaikan kepada yth. seluruh anggota Banjar dan STT dari awal sampai generasi mendatang (penerus), saya mengucapkan terimakasih tanpa kalian mau ambil bagian, STT ini tidak akan terlahir dan buku ini pun sudah jelas tidak akan ada atau tidak berguna dan tidak akan bisa saya tulis.

Buku Otobiografi Pemerajan Candi Manggis yang saat ini ada ditangan para pembaca, penulis susun atas inspirasi dari awal penulis menjabat sebagai Ketua STT dimana pada saat menjabat penulis sama sekali tidak mempunyai deskripsi atau gambaran tentang langkah-langkah atau program apa yang mesti pertama dikerjakan karena minimnya pengalaman penulis. Juga dikarenakan munculnya kuriositas atau rasa ingin tahu penulis tentang siapa sajakah yang pernah menjabat sebagai Ketua STT sebelum penulis. Untuk mendapatkan jawaban atas kelemahan dan pertanyaan penulis, maka penulis mencoba menulis buku Otobiografi Pemerajan Candi Manggis ini. Buku ini terselesaikan juga berkat dorongan dari; Dewa Nyoman Putra, ayah penulis, Dewa Putu Sudarma beserta keluarga, kakak kandung penulis dll yang tidak dapat ditulis satu-persatu.

Disadari sepenuhnya bahwa buku kecil ini pasti tidak sempurna, karena penulisnya adalah manusia yang tidak sempurna. Oleh sebab itu segala kritik terutama kritik dari kerama Banjar Candi Manggis bagaimana pun bentuknya dan bagaimana pun adanya akan penulis terima dengan lapang dada serta ucapan terima kasih.

Om Santi Santi Santi Om

Penyusun

Ketua STT Pemerajan Candi Manggis

Angkatan ke 7/VII

Dewa Nyoman Suardana

4. KONTEMPLASI STT PEMERAJAN CANDI

Kemudian kepengurusan diketuai oleh DEWA PUTU SUDIARTA bersama …? (data belum lengkap), pada saat kepengurusan angkatan 5/V ini “Pementasan Hiburan Tari-tarian” oleh STT tetap berlangsung meriah sampai akhir masa kepengurusannya. Sampailah kepengurusan yang diketuai oleh DEWA PUTU SUDARMA bersama … ? pada saat kepengurusan mereka yang termasuk kedalam generasi angkatan 6/VI ada beberapa kontribusi yang telah dihasilkan STT diantaranya:

Sejarah tentang Pulau Bali yang dimuat dalam Babad Arya Wang Bang Pinatih menyatakan Pulau JawaPulau Bali masih satu daratan memanjang yang diasumsikan kata panjang artinya Dawa, dan nama Pulau Jawa mirip dengan nama Pulau Dawa karena memanjang (satu daratan), sekembalinya Mpu Siddhimantra dari lawatan beliau ke Bali untuk mencari putranya Ida Manik Angkeran dan dengan sarana tongkat saktinya Pulau Bali dipisahkan dengan Pulau Jawa yang kemudian adanya Segara Rupek, yang sekarang disebut Selat Bali. dan

Propinsi Bali terdiri dari pulau Bali, pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, Pulau Serangan serta Pulau Menjangan, dengan luas wilayah keseluruhan 5.632,86 Km². Secara administratif propinsi Bali terdiri dari delapan Kabupaten dan satu Kota, yang terbagi dalam 53 Kecamatan, 674 Desa/Kelurahan dan 3945 Banjar/Dusun dan 1399 Desa Adat. Daerah Bali terletak antara 8º3´40¨– 8º50´48¨ Lintang Selatan dan 114º25´53¨ – 115º42´40¨ Bujur Timur. Banyaknya penduduk menurut agama di Pulau Bali ini berjumlah 3.975,767 (tiga juta sembilan ratus tujuh puluh lima tujuh ratus enam puluh tujuh) orang. Ditilik dari segi banyaknya penduduk menurut agama, maka yang disahkan masuk agama Hindu sebanyak 3.298,642 orang. Selebihnya yang 677,125 orang terbagi atas 33,388 orang penduduk beragama Katholik; 57,302 orang Protestan; 27,920 orang Islam; 558,515 orang Buddha; (BPS 2007).

Dari segi historis kata BALI sebagaimana pulau ini secara eksplisit muncul pertama kali dalam prasasti Blanjong yang ditemukan di Desa Blanjong, Sanur berangka tahun 835 Saka (913 Masehi). Yang dikeluarkan oleh raja Sri Kesari Warmadewa. Pada prasasti itu pulau Bali disebut Balidwipa yang artinya berbagai macam diantaranya : kembali, persembahan, sesaji, kurban untuk memohon pengampunan, sungguh, pasti, dll yang sepadan dengan itu. Tidak dapat dipungkiri bahwa nama Bali dengan beberapa versi fonemnya telah ada sekitar abad VI Masehi pada jaman Dinasti T’ang dengan sebutan Meng-li, po-li, artinya Bali, dan dwa-pa-tandewata/pulau Dewata. Dalam perkembangan selanjutnya nama Bali diberi nama Bumi Banten. Sebutan ini merupakan bagian dari gelar seorang raja Bali ialah Bhatara Astasura Ratna Bumi Banten artinya “seorang raja yang mempunyai kekuatan bagaikan delapan dewa yang merupakan permata mutu manikam Pulau Bali”. Raja tersebut merupakan raja terakhir Bali Kuna. Selanjutnya Dalam sumber-sumber sastra seperti Babad, Purana, Pamancangah, Pulau Bali disebut Bangsul atau Wangsul yang diambil dari bahasa Jawa yang berarti Kembali dan kata ini merupakan salah satu arti dari kata Bali. Bali dalam aspek mithologi merupakan padma bhuwana, yaitu sebuah pulau yang diumpamakan sebagai bunga teratai berkelopak delapan yang disebut padma asta dala, dengan sebuah sari sebagai intinya. Jati diri orang Bali sangat dominan dibentuk oleh kebudayaan bali yang dijiwai agama Hindu. artinya

Agama Hindu di Bali masuk pada abad ke VIII. Weda merupakan kitab suci agama Hindu. Agama Hindu memiliki tujuan adalah untuk mencapai kedamaian rokhani dan kesejahteraan hidup jasmani. Di dalam pustaka suci Weda diuraikan dengan kalimat Moksartham Jagadhitaya ca iti Dharma yang artinya dharma atau agama itu ialah untuk mencapai moksa (moksartham) dan mencapai kesejahteraan hidup mahluk (jagadhita). Moksa juga disebut “mukti” artinya mencapai kebebasan jiwatman atau kebahagiaan rokhani yang langgeng. Jagadhita juga disebut dengan istilah bhukti yaitu membina abhuvudaya atau kemakmuran kehidupan masyarakat dan negara. Manusia bali adalah manusia kreatif, dan masyarakat bali adalah masyarakat terbuka. Kreativitas masyarakat bali yang tiada henti sesuai dengan konsep yadnya cakra.

Candi adalah tempat pemujaan Tuhan Yang Maha esa dalam berbagai prabhawa istadewata, seperti candi-candi di India dan juga candi-candi di Jawa. Candi disalah satu tempat dipakai sebuah nama untuk sebuah kesatuan sosial atau Banjar yaitu yang bertempat di Kabupaten Karangasem Desa Manggis, Dusun Kawan. Banjar merupakan kesatuan social atas desa ikatan wilayah dan berstatus sebagai bagian dari Desa Pekraman. Tujuan Banjar: saling bantu membantu dalam hal perkawinan, kematian, pembakaran mayat dan kegiatan yang bersifat suka duka; misalkan (ambil bagian dalam hal perbaikan pura desa, jalan desa, lingkungan desa, mengadakan kegiatan gotong royang dalam kebersihan, keamanan, ketertiban, serta mengadakan aktivitas bersama dalam lapangan ekonami, social, ritual). Banjar merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang mempunyai fungsi sangat penting dalam membentuk kehidupan masyarakat Bali. Setiap komunitas kecil, yang terdiri dari beberapa puluh kepala keluarga senantiasa menggabungkan diri kedalam suatu wadah yang disebut banjar. Setiap banjar memiliki tempat pertemuan, disebut bale atau balai banjar, yang dilengkapi dengan bale kulkul, kentongan sebagai alat berkomunikasi. Pemerajan Candi adalah salah satu dari sekian banyak banjar yang termasuk dalam wilayah distrik, Kecamatan Manggis, kaprebekelan Manggis, desa Manggis. Di Bali dikenal dua kategori anggota banjar, yakni ngarep dan tan ngarep. Anggota banjar ngarep adalah mereka yang berhak atas sejumlah hak untuk mendapatkan pelayanan secara penuh baik dalam kesukaan maupun dalam duka. Oleh karena itu keanggotaan banjar ngarep juga disebut banjar suka-duka. Sedangkan anggota tan ngarep hanya berhak atas pelayanan dinas dan kedukaan disebut juga banjar administrasi.

Di Banjar Candi terdapat sebuah Pura yang dinamakan Pura Pemerajan Candi. Pura adalah tempat suci untuk memuja Hyang Widhi Wasa dalam segala Prabhawa (manifestasi-Nya) dan Atma Sidha Dewata (Roh Suci Leluhur) dengan sarana upacara yadnyanya sebagai perwujudan dari Tri Marga (Bhakti, Jnyana, Karma Marga). Disamping dipergunakan istilah Pura untuk menyebut tempat suci atau tempat pemujaan, dipergunakan juga istilah Kahyangan atau Parhyangan. Di Pura Pemerajan Candi juga dilaksanakan piodalan. Piodalan adalah Upacara Pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasinyaNya lewat sarana Pemerajan, Pura, Kahyangan, dengan nglinggayang atau ngerekayang (ngadegang) dalam hari-hari tertentu. Piodalan disebut juga Petirtayan, Petoyan, dan Puja Wali. Kata Piodalan berasal dari kata “wedal” yang artinya ke luar, turun atau dilinggakannya dalam hal ini Ia Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasiNya menurut hari yang telah ditetapkan untuk Pemerajan, Pura, Kahyangan yang bersangkutan. Di Pura Pemerajan Candi sendiri piodalan dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan, yang jatuh tepatnya pada hari senin Hari Pemacekan Agung. Di Banjar Candi tersebut sampai sekarang telah terhimpun sebuah asosiasi yang terbentuk dalam sebuah sekeha yakni STT Pemerajan Candi Manggis. Sekeha merupakan perkumpulan yang mempunyai tujuan-tujuan khusus dan cenderung berdasarkan sukarela. Ikatan sekeha terbina oleh adanya tujuan bersama, norma bersama, kegiatan bersama dan juga keuangan bersama. Berikut ini dieksplikasikan atau dipaparkan secara rinci bagaimana awal mula atau kronologisnya hingga terbentuknya STT Pemerajan Candi tersebut.

Catatan Sejarah berdirinya atau awal terbentuknya serta terhimpunnya STT menurut beberapa informan yang kami temui mengatakan sebagai berikut: Berawal dari kegiatan tennis meja yakni PORCAKAP singkatan dari “Persatuan Olah Raga Candi Karya Pemuda” yang terbentuk tahun ± 1976. juga dikatakan motif awal dibentuknya STT adalah untuk ingin melibatkan Sekeha Teruna dalam partisipasi aktif dalam ngayah di Pura. Juga ingin membentuk rasa kekeluargaan atau gotong royong dan sikap komunal atau sikap kebersamaan tumbuh disamping menumbuhkan rasa memiliki dikalangan Pemudanya dimana seperti kita ketahui itu bukan hanya merupakan tanggung jawab penglingsir. Informasi yang didapat dinyatakan pada saat itu kepengurusan di penglingsir PEMERAJAN CANDI MANGGIS dipimpin oleh: DEWA NYOMAN MANGGIS selaku Klian Adat dan DEWA MADE TUNJUNG mendampingi beliau sebagai Wakil Klian Adat. Kemudian di STT sendiri pada saat itu kepengurusan diketuai oleh dua orang yakni DEWA PUTU SARI serta DESAK PUTU REMIKA. Pada saat kepengurusan ini STT angkatan I/1 telah menyumbangkan serta memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kemajuan serta pengembangan di bidang pembangunan Pemerajan Candi diantaranya:

• Pembangunan Candi Tumpang Tujuh di Jeroan STT bergerak bersama kerama mewujudkannya setelah itu dilanjutkan dengan mengecatnya.

• Merenovasi Candi Bentar di Jabaan, dan di Paruman Arum pada awalnya candi bentar terbuat dari batu bata karena seringnya rusak sampai roboh akibat dari alam, maka dengan inisiatif dari anggota STT dan dibantu oleh kerama pada saat itu akhirnya candi tersebut diganti dan diperbaharui menjadi seperti apa yang kita lihat hingga sekarang. Proses pembangunan ini sendiri didasarkan atas semangat gotong royong serta kesadaran dan solidaritas tinggi, rasa memiliki dari kerama.

• Pembangunan Tembok Penyengker dan pembangunan di areal Pura (plafon, cat keseluruhan).

• Perlengkapan alat-alat masak diantaranya: cublukan (alat masak nasi), jambangan, pemanggangan sate.

Pada saat itu dikatakan pernah juga secara spontanitas STT menyandang nama yakni: SADAR singkatan dari “Singaraja, Amlapura, Denpasar, Anggota Rantauan”. Adapun sistem pengelolaan atau pengalokasian keuangan STT pada saat itu adalah “Ada uang dipakai untuk Pembangunan”. Selanjutnya formatur kepengurusan digantikan oleh DEWA PUTU ARUM bersama DESAK PUTU REMIKA selaku Ketua STT didampingi oleh DEWA NYOMAN SATRIAWAN selaku sekretaris dan DEWA PUTU DARMAYASA selaku bendahara. Adapun dinyatakan pada saat itu dualisme kepengurusan masih berjalan dan pernah dinyatakan pembukuan antara Pemuda dan Pemudi dipisahkan. DESAK PUTU REMIKA menjabat hingga pertengahan bersama DEWA PUTU ARUM. Pada saat kepengurusan mereka yang termasuk dalam angkatan II/2, kontribusi STT pada saat itu adalah:

• Memformat manajemen organisasi dari membentuk struktur kepengurusan, merancang pembukuan, hingga mengkonsep AD/ART.

• Memberlakukan pungutan Iuran Wajib pertama kali.

• Mengadakan pentas hiburan pertama kali.

• Ikut berpartisipasi dalam bentuk sumbangan terhadap pembangunan di banjar.

• Membentuk sistem penggalian dana yaitu dengan membentuk koperasi dalam bentuk simpan pinjam.

Setelah itu kepengurusan diserahterimakan kepada DEWA PUTU SURYANTARA selaku Ketua serta Sekretaris dan Bendahara tetap dijabat oleh DEWA NYOMAN SATRIAWAN dan DEWA PUTU DARMAYASA. Pada saat kepengurusan STT angkatan 3/III ini, dalam formatur kepengurusan di penglingsir ada pergantian yang kemudian dijabat oleh: DEWA MADE ARDADI selaku Klian Adat dan DEWA MADE TUNJUNG tetap menjabat sebagai Wakil Klian Adat. Adapun kontribusinya STT pada waktu itu adalah “Pembelian Pakaian Tari (Panyembrahma dan Margapati)”. Kemudian berikutnya STT diserahkan kepada kepengurusan angkatan 4/IV yakni diketuai oleh DEWA KETUT SUGIARTA, posisi Sekretaris dan Bendahara masih dijabat oleh DEWA NYOMAN SATRIAWAN dan DEWA PUTU DARMAYASA. Di bawah kepengurusannya adapun kontribusi STT terhadap Pemerajan Candi adalah sebagai berikut:

• Pembangunan Panggung Pementasan.

• Pembangunan di areal Jeroan yakni Pemasangan Paving.

• Pementasan hiburan tetap berlangsung dan semarak.

Kemudian kepengurusan diketuai oleh DEWA PUTU SUDIARTA bersama …? (data belum lengkap), pada saat kepengurusan angkatan 5/V ini “Pementasan Hiburan Tari-tarian” oleh STT tetap berlangsung meriah sampai akhir masa kepengurusannya. Sampailah kepengurusan yang diketuai oleh DEWA PUTU SUDARMA bersama … ? pada saat kepengurusan mereka yang termasuk kedalam generasi angkatan 6/VI ada beberapa kontribusi yang telah dihasilkan STT diantaranya:

• Pembentukan KANTIN.

• Pembelian TV dan DVD dalam rangka (Program Dharma Wacana).

• Sumbangan untuk pembelian GONG.

5. LANJUTAN KONTEMPLASI

Berikutnya pada keputusan rapat 8 Mei 2006, berdasarkan dari hasil polling. STT angkatan ke 7/VII dipercayakan kepada generasi selanjutnya yakni formatur kepengurusan pada saat itu adalah; Dewa Nyoman Suardana (ketua), Dewa Putu Sugiarta (Wakil Ketua I), Dewa Ketut Astawa (Wakil Ketua II), Dewa Made Yudiartana (Pelaksana Umum), Dewa Gede Jiwa (Sekretaris I), Desak Made Widyawati (Sekretaris II), Dewa Ayu Eka Yulianingrum (Bendahara I), Desak Ketut Suartini (Bendahara II). Selanjutnya pada pertengahan kepengurusan di reshuffle karena beberapa anggota telah ada yang menikah. Formatur kepengurusan pun formatnya diubah berdasarkan kesepakatan forum tertanggal…….? diantaranya Para Fungsionaris kepengurusan adalah: Dewa Nyoman Suardana (Ketua STT), Dewa Putu Sugiarta (Wakil Ketua I), Dewa Ketut Astawa (Wakil Ketua II), Dewa Gede Jiwa (Sekretaris), Dewa Ayu Eka Yulianingrum (Bendahara), Dewa Nyoman Sugiarta (Publikasi & Dokumentasi/PUBDOK), Dewa Nyoman Arik Sudiatmika, Spar?. (Wabid Usaha), Desak Nyoman Ariani (Wabid Seremonial), Dewa Made Yudiartana (Koordinator Lapangan/KORLAP), Dewa Ketut Garbajata (Pelatihan dan Pengembangan/LITBANG). Adapun kontribusi STT periode ini adalah:

ALBUM KENANGAN

Dalam kolom ini diisi dengan beberapa album suasana rapat STT terdahulu

SEKELUMIT CERITA

Dalam kolom ini akan diisi berbagai cerita tentang proses perjalanan demi merealisasikan sebuah program dari STT

PEMBENTUKAN AWAL MANAJEMEN ORGANISASI

&

KEGIATAN PENTAS HIBURAN

Menurut input dari sumber yang kami temui menceritakan bahwa awal terbentuknya struktur kepengurusan dan memformat manajemen organisasi dikonsep oleh anggota STT angkatan II. Juga pada masa ini dikatakan dibentuklah pertama kali sistem penggalian dana dalam bentuk koperasi mengingat pada waktu itu Kas STT hanya sebesar Rp.35.000;- Berdasarkan penuturan DEWA NYOMAN SATRIAWAN mengatakan Atas dasar keputusan bersama mulailah disepakati untuk penambahan Kas dilakukan pemungutan wajib pertama kali dinyatakan pungutan wajib organisasi waktu itu sebesar Rp. 1000; dan itu berlangsung pada saat kepengurusan di bawah komando DEWA PUTU ARUM beserta jajarannya.

Kegiatan Pentas Hiburan diadakan pertama kali tahun 1987, STT masih di bawah koordinasi dari angkatan 2/II, dinyatakan karena antusias STT sangat besar untuk mensukseskan dan memeriahkan acara tersebut, diceritakan hingga dalam memeck up atau merias pemain atau penari sampai mengundang perias dari Padang Bai. Adapun hiburan yang ditampilkan berupa: LAWAK, JANGER, TARI-TARIAN, dan tampilan hiburan berupa NYANYIAN AKUSTIK serta KARAOKE.

PENDIRIAN KANTIN

Pendirian KANTIN menurut penuturan dari beberapa informan berawal dari ide spontanitas yang dicetuskan oleh beberapa warga banjar yang kemudian direspon oleh krama banjar yang lainnya. Konseptornya ada diantaranya adalah: DEWA KETUT SUGIARTA, DEWA PUTU YASA, termasuk STT pada saat era kepemimpinan DEWA PUTU SUDARMA. Peran DEWA PUTU SUMARDIKA bersama DEWA PUTU YUDIARTANA, adalah sebagai team yang mengambil barang-barang yang pada nantinya akan dijual di Kantin, diceritakan barang-barang KANTIN diambil oleh mereka yang berlokasi di Denpasar di back up atau disponsori pertama kali oleh DEWA MADE TIRTAWAN. Peranan DEWA PUTU SUARBAWA di Kantin adalah sebagai pengelola Kantin. Hingga sekarang eksistensi KANTIN dapat dilihat oleh kerama banjar. Berikut adalah bentuk kontribusi KANTIN terhadap perkembangan di Pemerajan Candi Manggis: ikut menyumbang dalam pembangunan......Rp......? (data belum lengkap)

PEMBELIAN GONG

Menurut beberapa responden yang kami temui mengisahkan tentang Pembelian GONG sebagai berikut: Ide ini tercetus berawal dari rapat Pengingsir yang kepastiannya tidak diketahui datanya. Dikatakan Team yang bergerak melakukan investigasi sebanyak 2 kali. Team yang pertama bergerak ke lokasi untuk melakukan pengecekan ada 3 orang yakni: DEWA PUTU MUDITA, DEWA KETUT SUGIARTA dan DEWA PUTU SUDARMA. Setelah menyampaikan dalam forum banjar hasil hunting barang ke lokasi oleh Tim pertama kepada pihak Krama Banjar dan mendapat persetujuan dari pihak krama banjar. Dilanjutkan dengan melakukan transaksi oleh Team kedua yang bergerak ke lokasi, adapun personel yang berangkat diantaranya ada 4 orang yakni; DEWA NYOMAN ARTANA, DEWA PUTU YASA, DEWA PUTU SUMARDIKA dan DEWA KETUT SUGIARTA. Setelah dilakukan negosiasi dan mendapatkan kesepakatan atau terjadi deal antara mereka maka GONG tersebut pun diboyong ke Pemerajan Candi Manggis dan dapat dilihat eksistensinya hingga sekarang. Perlu diketahui lokasi pengambilan barang/GONG adalah di Desa Tista, Kabupaten Singaraja. Dan harga GONG dikatakan sebesar Rp. 26.000.000;. dari besarnya nominal tersebut STT ikut berpartisipasi sebagai donatur sebesar Rp. 3.000.000;. Tunai atau Cash.

PROGRAM DHARMA WACANA

Ide mengimplementasikan seperangkat elektronik yang berupa TV dan DVD dalam rangka program Dharma Wacana dicetuskan pertama kali oleh DEWA KETUT GARBAJATA yang didiskusikan dengan DEWA PUTU SUMARDIKA. Oleh karena antusias dari DEWA KETUT GARBAJATA untuk merealisasikan ide tersebut, kemudian beliau menawarkan kepada DEWA NYOMAN SUARDANA untuk ikut sebagai pelaksana dalam mengimplementasikannya melalui sistem urunan dana punia yang akan dikenakan kepada kerama banjar Candi Manggis. Akhirnya karena kesepakatan dari kedua pihak akhirnya mereka bergerak selaku konseptor dan juga sebagai pelaksana lapangan atau aktor, diceritakan wargapun menanggapi positif ide ini. Dan dapat kita saksikan ide ini pun terwujud. Data mulai pemungutan dana punia dari tanggal 2 Desember 2005 sampai dengan tanggal 28 April 2006. Berikut total pemungutan dana punia sebesar Rp. 1.960.000, dan harga nominal TV sebesar Rp. 1.500.000 dan DVD tersebut seharga Rp. 395.000. Ditambah dengan 2 keping kaset VCD yang berisi tentang DHARMA WACANA.