Senin, 08 Februari 2010

4. KONTEMPLASI STT PEMERAJAN CANDI

Kemudian kepengurusan diketuai oleh DEWA PUTU SUDIARTA bersama …? (data belum lengkap), pada saat kepengurusan angkatan 5/V ini “Pementasan Hiburan Tari-tarian” oleh STT tetap berlangsung meriah sampai akhir masa kepengurusannya. Sampailah kepengurusan yang diketuai oleh DEWA PUTU SUDARMA bersama … ? pada saat kepengurusan mereka yang termasuk kedalam generasi angkatan 6/VI ada beberapa kontribusi yang telah dihasilkan STT diantaranya:

Sejarah tentang Pulau Bali yang dimuat dalam Babad Arya Wang Bang Pinatih menyatakan Pulau JawaPulau Bali masih satu daratan memanjang yang diasumsikan kata panjang artinya Dawa, dan nama Pulau Jawa mirip dengan nama Pulau Dawa karena memanjang (satu daratan), sekembalinya Mpu Siddhimantra dari lawatan beliau ke Bali untuk mencari putranya Ida Manik Angkeran dan dengan sarana tongkat saktinya Pulau Bali dipisahkan dengan Pulau Jawa yang kemudian adanya Segara Rupek, yang sekarang disebut Selat Bali. dan

Propinsi Bali terdiri dari pulau Bali, pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, Pulau Serangan serta Pulau Menjangan, dengan luas wilayah keseluruhan 5.632,86 Km². Secara administratif propinsi Bali terdiri dari delapan Kabupaten dan satu Kota, yang terbagi dalam 53 Kecamatan, 674 Desa/Kelurahan dan 3945 Banjar/Dusun dan 1399 Desa Adat. Daerah Bali terletak antara 8º3´40¨– 8º50´48¨ Lintang Selatan dan 114º25´53¨ – 115º42´40¨ Bujur Timur. Banyaknya penduduk menurut agama di Pulau Bali ini berjumlah 3.975,767 (tiga juta sembilan ratus tujuh puluh lima tujuh ratus enam puluh tujuh) orang. Ditilik dari segi banyaknya penduduk menurut agama, maka yang disahkan masuk agama Hindu sebanyak 3.298,642 orang. Selebihnya yang 677,125 orang terbagi atas 33,388 orang penduduk beragama Katholik; 57,302 orang Protestan; 27,920 orang Islam; 558,515 orang Buddha; (BPS 2007).

Dari segi historis kata BALI sebagaimana pulau ini secara eksplisit muncul pertama kali dalam prasasti Blanjong yang ditemukan di Desa Blanjong, Sanur berangka tahun 835 Saka (913 Masehi). Yang dikeluarkan oleh raja Sri Kesari Warmadewa. Pada prasasti itu pulau Bali disebut Balidwipa yang artinya berbagai macam diantaranya : kembali, persembahan, sesaji, kurban untuk memohon pengampunan, sungguh, pasti, dll yang sepadan dengan itu. Tidak dapat dipungkiri bahwa nama Bali dengan beberapa versi fonemnya telah ada sekitar abad VI Masehi pada jaman Dinasti T’ang dengan sebutan Meng-li, po-li, artinya Bali, dan dwa-pa-tandewata/pulau Dewata. Dalam perkembangan selanjutnya nama Bali diberi nama Bumi Banten. Sebutan ini merupakan bagian dari gelar seorang raja Bali ialah Bhatara Astasura Ratna Bumi Banten artinya “seorang raja yang mempunyai kekuatan bagaikan delapan dewa yang merupakan permata mutu manikam Pulau Bali”. Raja tersebut merupakan raja terakhir Bali Kuna. Selanjutnya Dalam sumber-sumber sastra seperti Babad, Purana, Pamancangah, Pulau Bali disebut Bangsul atau Wangsul yang diambil dari bahasa Jawa yang berarti Kembali dan kata ini merupakan salah satu arti dari kata Bali. Bali dalam aspek mithologi merupakan padma bhuwana, yaitu sebuah pulau yang diumpamakan sebagai bunga teratai berkelopak delapan yang disebut padma asta dala, dengan sebuah sari sebagai intinya. Jati diri orang Bali sangat dominan dibentuk oleh kebudayaan bali yang dijiwai agama Hindu. artinya

Agama Hindu di Bali masuk pada abad ke VIII. Weda merupakan kitab suci agama Hindu. Agama Hindu memiliki tujuan adalah untuk mencapai kedamaian rokhani dan kesejahteraan hidup jasmani. Di dalam pustaka suci Weda diuraikan dengan kalimat Moksartham Jagadhitaya ca iti Dharma yang artinya dharma atau agama itu ialah untuk mencapai moksa (moksartham) dan mencapai kesejahteraan hidup mahluk (jagadhita). Moksa juga disebut “mukti” artinya mencapai kebebasan jiwatman atau kebahagiaan rokhani yang langgeng. Jagadhita juga disebut dengan istilah bhukti yaitu membina abhuvudaya atau kemakmuran kehidupan masyarakat dan negara. Manusia bali adalah manusia kreatif, dan masyarakat bali adalah masyarakat terbuka. Kreativitas masyarakat bali yang tiada henti sesuai dengan konsep yadnya cakra.

Candi adalah tempat pemujaan Tuhan Yang Maha esa dalam berbagai prabhawa istadewata, seperti candi-candi di India dan juga candi-candi di Jawa. Candi disalah satu tempat dipakai sebuah nama untuk sebuah kesatuan sosial atau Banjar yaitu yang bertempat di Kabupaten Karangasem Desa Manggis, Dusun Kawan. Banjar merupakan kesatuan social atas desa ikatan wilayah dan berstatus sebagai bagian dari Desa Pekraman. Tujuan Banjar: saling bantu membantu dalam hal perkawinan, kematian, pembakaran mayat dan kegiatan yang bersifat suka duka; misalkan (ambil bagian dalam hal perbaikan pura desa, jalan desa, lingkungan desa, mengadakan kegiatan gotong royang dalam kebersihan, keamanan, ketertiban, serta mengadakan aktivitas bersama dalam lapangan ekonami, social, ritual). Banjar merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang mempunyai fungsi sangat penting dalam membentuk kehidupan masyarakat Bali. Setiap komunitas kecil, yang terdiri dari beberapa puluh kepala keluarga senantiasa menggabungkan diri kedalam suatu wadah yang disebut banjar. Setiap banjar memiliki tempat pertemuan, disebut bale atau balai banjar, yang dilengkapi dengan bale kulkul, kentongan sebagai alat berkomunikasi. Pemerajan Candi adalah salah satu dari sekian banyak banjar yang termasuk dalam wilayah distrik, Kecamatan Manggis, kaprebekelan Manggis, desa Manggis. Di Bali dikenal dua kategori anggota banjar, yakni ngarep dan tan ngarep. Anggota banjar ngarep adalah mereka yang berhak atas sejumlah hak untuk mendapatkan pelayanan secara penuh baik dalam kesukaan maupun dalam duka. Oleh karena itu keanggotaan banjar ngarep juga disebut banjar suka-duka. Sedangkan anggota tan ngarep hanya berhak atas pelayanan dinas dan kedukaan disebut juga banjar administrasi.

Di Banjar Candi terdapat sebuah Pura yang dinamakan Pura Pemerajan Candi. Pura adalah tempat suci untuk memuja Hyang Widhi Wasa dalam segala Prabhawa (manifestasi-Nya) dan Atma Sidha Dewata (Roh Suci Leluhur) dengan sarana upacara yadnyanya sebagai perwujudan dari Tri Marga (Bhakti, Jnyana, Karma Marga). Disamping dipergunakan istilah Pura untuk menyebut tempat suci atau tempat pemujaan, dipergunakan juga istilah Kahyangan atau Parhyangan. Di Pura Pemerajan Candi juga dilaksanakan piodalan. Piodalan adalah Upacara Pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasinyaNya lewat sarana Pemerajan, Pura, Kahyangan, dengan nglinggayang atau ngerekayang (ngadegang) dalam hari-hari tertentu. Piodalan disebut juga Petirtayan, Petoyan, dan Puja Wali. Kata Piodalan berasal dari kata “wedal” yang artinya ke luar, turun atau dilinggakannya dalam hal ini Ia Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasiNya menurut hari yang telah ditetapkan untuk Pemerajan, Pura, Kahyangan yang bersangkutan. Di Pura Pemerajan Candi sendiri piodalan dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan, yang jatuh tepatnya pada hari senin Hari Pemacekan Agung. Di Banjar Candi tersebut sampai sekarang telah terhimpun sebuah asosiasi yang terbentuk dalam sebuah sekeha yakni STT Pemerajan Candi Manggis. Sekeha merupakan perkumpulan yang mempunyai tujuan-tujuan khusus dan cenderung berdasarkan sukarela. Ikatan sekeha terbina oleh adanya tujuan bersama, norma bersama, kegiatan bersama dan juga keuangan bersama. Berikut ini dieksplikasikan atau dipaparkan secara rinci bagaimana awal mula atau kronologisnya hingga terbentuknya STT Pemerajan Candi tersebut.

Catatan Sejarah berdirinya atau awal terbentuknya serta terhimpunnya STT menurut beberapa informan yang kami temui mengatakan sebagai berikut: Berawal dari kegiatan tennis meja yakni PORCAKAP singkatan dari “Persatuan Olah Raga Candi Karya Pemuda” yang terbentuk tahun ± 1976. juga dikatakan motif awal dibentuknya STT adalah untuk ingin melibatkan Sekeha Teruna dalam partisipasi aktif dalam ngayah di Pura. Juga ingin membentuk rasa kekeluargaan atau gotong royong dan sikap komunal atau sikap kebersamaan tumbuh disamping menumbuhkan rasa memiliki dikalangan Pemudanya dimana seperti kita ketahui itu bukan hanya merupakan tanggung jawab penglingsir. Informasi yang didapat dinyatakan pada saat itu kepengurusan di penglingsir PEMERAJAN CANDI MANGGIS dipimpin oleh: DEWA NYOMAN MANGGIS selaku Klian Adat dan DEWA MADE TUNJUNG mendampingi beliau sebagai Wakil Klian Adat. Kemudian di STT sendiri pada saat itu kepengurusan diketuai oleh dua orang yakni DEWA PUTU SARI serta DESAK PUTU REMIKA. Pada saat kepengurusan ini STT angkatan I/1 telah menyumbangkan serta memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kemajuan serta pengembangan di bidang pembangunan Pemerajan Candi diantaranya:

• Pembangunan Candi Tumpang Tujuh di Jeroan STT bergerak bersama kerama mewujudkannya setelah itu dilanjutkan dengan mengecatnya.

• Merenovasi Candi Bentar di Jabaan, dan di Paruman Arum pada awalnya candi bentar terbuat dari batu bata karena seringnya rusak sampai roboh akibat dari alam, maka dengan inisiatif dari anggota STT dan dibantu oleh kerama pada saat itu akhirnya candi tersebut diganti dan diperbaharui menjadi seperti apa yang kita lihat hingga sekarang. Proses pembangunan ini sendiri didasarkan atas semangat gotong royong serta kesadaran dan solidaritas tinggi, rasa memiliki dari kerama.

• Pembangunan Tembok Penyengker dan pembangunan di areal Pura (plafon, cat keseluruhan).

• Perlengkapan alat-alat masak diantaranya: cublukan (alat masak nasi), jambangan, pemanggangan sate.

Pada saat itu dikatakan pernah juga secara spontanitas STT menyandang nama yakni: SADAR singkatan dari “Singaraja, Amlapura, Denpasar, Anggota Rantauan”. Adapun sistem pengelolaan atau pengalokasian keuangan STT pada saat itu adalah “Ada uang dipakai untuk Pembangunan”. Selanjutnya formatur kepengurusan digantikan oleh DEWA PUTU ARUM bersama DESAK PUTU REMIKA selaku Ketua STT didampingi oleh DEWA NYOMAN SATRIAWAN selaku sekretaris dan DEWA PUTU DARMAYASA selaku bendahara. Adapun dinyatakan pada saat itu dualisme kepengurusan masih berjalan dan pernah dinyatakan pembukuan antara Pemuda dan Pemudi dipisahkan. DESAK PUTU REMIKA menjabat hingga pertengahan bersama DEWA PUTU ARUM. Pada saat kepengurusan mereka yang termasuk dalam angkatan II/2, kontribusi STT pada saat itu adalah:

• Memformat manajemen organisasi dari membentuk struktur kepengurusan, merancang pembukuan, hingga mengkonsep AD/ART.

• Memberlakukan pungutan Iuran Wajib pertama kali.

• Mengadakan pentas hiburan pertama kali.

• Ikut berpartisipasi dalam bentuk sumbangan terhadap pembangunan di banjar.

• Membentuk sistem penggalian dana yaitu dengan membentuk koperasi dalam bentuk simpan pinjam.

Setelah itu kepengurusan diserahterimakan kepada DEWA PUTU SURYANTARA selaku Ketua serta Sekretaris dan Bendahara tetap dijabat oleh DEWA NYOMAN SATRIAWAN dan DEWA PUTU DARMAYASA. Pada saat kepengurusan STT angkatan 3/III ini, dalam formatur kepengurusan di penglingsir ada pergantian yang kemudian dijabat oleh: DEWA MADE ARDADI selaku Klian Adat dan DEWA MADE TUNJUNG tetap menjabat sebagai Wakil Klian Adat. Adapun kontribusinya STT pada waktu itu adalah “Pembelian Pakaian Tari (Panyembrahma dan Margapati)”. Kemudian berikutnya STT diserahkan kepada kepengurusan angkatan 4/IV yakni diketuai oleh DEWA KETUT SUGIARTA, posisi Sekretaris dan Bendahara masih dijabat oleh DEWA NYOMAN SATRIAWAN dan DEWA PUTU DARMAYASA. Di bawah kepengurusannya adapun kontribusi STT terhadap Pemerajan Candi adalah sebagai berikut:

• Pembangunan Panggung Pementasan.

• Pembangunan di areal Jeroan yakni Pemasangan Paving.

• Pementasan hiburan tetap berlangsung dan semarak.

Kemudian kepengurusan diketuai oleh DEWA PUTU SUDIARTA bersama …? (data belum lengkap), pada saat kepengurusan angkatan 5/V ini “Pementasan Hiburan Tari-tarian” oleh STT tetap berlangsung meriah sampai akhir masa kepengurusannya. Sampailah kepengurusan yang diketuai oleh DEWA PUTU SUDARMA bersama … ? pada saat kepengurusan mereka yang termasuk kedalam generasi angkatan 6/VI ada beberapa kontribusi yang telah dihasilkan STT diantaranya:

• Pembentukan KANTIN.

• Pembelian TV dan DVD dalam rangka (Program Dharma Wacana).

• Sumbangan untuk pembelian GONG.

Tidak ada komentar :