Rabu, 02 Juni 2010

12. d. Kesimpulan

Para pemikir Hindu sadar akan ragam yang mencengangkan dari rangkaian jalan untuk mendekati Yang Maha Tinggi, dari segala kemungkinan dalam segala bentuknya. Tuhan yang sama dipuja oleh semuanya. Perbedaan gagasan dan pendekatan ditentukan oleh warna setempat dan adaptasi social.
Perayaan hari-hari raya agama, dirayakan oleh masing-masing penganut agama dengan tujuan untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting yang memiliki makna historis, filosofis, maupun teologis. Banyaknya hari raya agama dan ritual Hindu di Bali membuat masyarakat Bali sibuk dengan aktivitas ritual dan hal itu juga menyebabkan Bali juga disebut sebagai pulau ritual. Suatu realita dalam aktifitas keagamaan umat Hindu khususnya di Bali, banyak disibukkan dengan pelaksanaan upacara yadnya, baik yadnya yang bersifat nityakarma (sehari-hari) maupun yang yadnya yang bersifat naimitikakarma (yadnya yang dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu/berkala). Kalau dicermati dalam aktifitas keagamaan di Bali hampir tiada hari tanpa upacara/yadnya.
Haruslah dipahami bahwa banyak ritual semata-mata dimaksudkan untuk memberikan penghormatan pada suatu proses, upacara atau maksud khusus. ini memberikan seseorang sebuah contoh tatacara yng harus diikuti. tatacara itu menciptakan suatu system dan system itu adalah apa yang manusia rasakan dirumah dan keykinan apa yang diperoleha. Memberikan persembahan atau yajna tidak saja ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang merupakan pencipta alam semesta beserta isinya. melainkan juga untuk semua ciptaan-Nya termasuk kehadapan makhluk bawahan dan bhuta kala. Melalui sarana upakara atau sajen umat hindu ingin menghormati dan memberikan persembahan suci terhadap Bhuta kala. Pada dasarnya bahwa pelaksanaan Bhuta Yajna ini memiliki sifat keersamaan dengan jenis pengorbanan atau yajna yang lainnya. Baik Dewa yajna, Rsi Yajna, Manusa Yjana maupaun yajna yang lainnya yang dilaksanakan oleh Umat Hindu. Selanjutnya mengenai pelaksanaan Yajna Sesa memiliki suatu makna yang utama juga. Sebagaimana yang dilaksanakan oleh Umat Hindu bahwa Yajna Sesa itu juga dikenal dengan sebutan banten Saiban atau banten jotan. Melalui Yajna Sesa ini Umat Hindu juga menghaturkan persembahan nasi, lauk pauk, serta yang lainnya seusai memasak di dapur. Pada setiap hari persembahan yajna sesa ini dilakukan sebagai wujud rasa hormat, bhakti, rasa terimaksih yang setinggi-tingginya atas sumber kehidupan yang telah dinikmatinya. Umat wajib menghaturkan Yajna Sesa ini setiap hari sehabis memasak serta berterimakasih atas limpahan anugrah Tuhan Yang Maha Esa.

E. DAFTAR PUSTAKA
1. A.S. Kobalen, MBA. 2001. Dewa Dan Doa. Surabaya : Paramita.
2. A.S. Kobalen, MBA. 2001. Tata Cara Sembahyang Dan Pengertiannya. Surabaya : Paramita.
3. Donder, I Ketut. 2009. Makalah “Memahami Pluralisme Sebagai Fakta Sosial Yang Bersifat Niscaya”. Bali : --.
4. Doktrinaya, I Komang Gede. 2003. Kiprah Dan Gagasan Tokoh Bali Soal Ajeg Bali. Bali : BPD HIPMI Bali & G-PLUS Communications.
5. Donder, I Ketut. 2006. Brahmavidya: Teologi Kasih Semesta. Surabaya : Paramita.
6. Donder, I Ketut & Wisarja, I Ketut, S.Ag., M.Hum. 2009. Teologi Sosial, Persoalan Agama Dan Kemanusiaan Perspektif Hindu. Yogyakarta : IMPULSE.
7. Dr. I Made Titib. 2003. Tri Sandhya Sembahyang Dan Berdoa. Surabaya : Paramita.
8. Jurnal Teologi Saphatika. Volume 2, No.1, Pebruari 2008. Fakultas Barahma Widya Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
9. Modul. Acara Agama Hindu .IHDN Denpasar
10. Sharma, Pt Kisanlal. 2007. Mengapa ? Tradisi Dan Upacara Hindu. Surabaya : Paramita.
11. Winanti, Ni Putu, S.Ag. 2004. Pengenalan Dasar Dan Tuntunan Praktis Bahasa Sanskerta Dan Huruf Dewanagari. Surabaya : Paramita.

  • Makalah disampaikan pada acara Pembagian Beasiswa bertempat di Wantilan Desa Adat Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Dalam rangka KKN Angkatan IV Mahasiswa IHDN Denpasar.
  • Dewa Nyoman Suardana: Mhasiswa IHDN Depasar, Fakultas Brahma Widya, Jurusan Teologi, Smt 7. Ketua BEM FBW IHDN Dps Periode 2009/2010.

11. c. Sikap Sembahyang Dan Doa Sehari Hari

C.1 Sikap Sembahyang
Sembahyang berasal dari bahasa Jawa Kuno terdiri dari kata “sembah” artinya menghormat, takluk, menghamba, permohonan. Kata Hyang artinya Dewa, Dewi, suci. Jadi kata, “sembahyang” artinya menghormat atau takluk serta memohon kepada Dewa atau yang suci (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam sembahyang itu dikandung pula suatu pengertian menyerahkan diri atau menaklukkan diri serta menghamba kepada yang disembah. Di dalam agama Hindu sembahyang itu merupakan wujud nyata kegiatan beragama dengan tujuan untuk menghormat, menyerahkan diri serta, menghamba kepada Tuhan dan yang suci. Yang suci disini dimaksudkan kepada leluhur yang telah suci dan kepada para Maha Rsi yang telah memiliki kesucian itu sendiri.
Dalam sembahyang bersama, maupun dalam sembahyang individu, hendaknya kita mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh PHDI. Dalam sembahyang yang dipimpin oleh seorang pemimpin upacara (Pandita atau Pinandita), maka kita mengikuti tuntunan pemimpin upacara tersebut. Adapun sikap tangan dalam melakukan sembahyang sesuai petunjuk buku Upadesa (1968) adalah sebagai berikut:
a. Kehadapan Sang Hyang Widhi, cakupan tangan diletakkan di atas dahi hingga ujung jari ada diatas ubun-ubun.
b. Kehadapan para Dewa (Dewata), ujung jari-jari tangan di atas, di antara kening.
c. Kepada Pitara (roh leluhur), ujung jari-jari tangan berada di ujung hidung.
d. Kepada sesama manusia, tangan di hulu hati, dengan ujung jari-jari tangan mengarah ke atas.
e. Kepada para Bhuta, tangan di hulu hati, tetapi ujung jari-jari tangan mengarah ke bawah.
f. Pada saat sembah dengan tangan kosong, pada setiap awal dan akhir sembahyang, sikap cakupan tangan, diletakkan di atas dahi seperti pemujaan ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi.
Tata cara dan urut-urutan atau rangkaian sembahyang disebut kramaning sembah. Tentang kramaning sembah telah ditetapkan dalam seminar kesatuan tafsiran terhadap aspek-aspek agama Hindu tahun 1982, khususnya tentang sikap dan mantram Tri Sandhya. Berkaitan dengan perbaikan teks mntram (bait kedua) Tri Sandhya yang bersumber pada Narayana Upanisad, Mahasabha PHDI di Jakarta, 1991 menetapkan tentang Tri Sandhya dan Kramaning Sembah.
TRI SANDHYA adalah sembahyang yang wajib dilakukan oleh setiap umat Hindu tiga kali dalam sehari. Tri Sandhya, khususnya mantram Gayatri, disamping fungsi utamanya sebagai stave, stotra, atau puja, maka fungsinya sebagai kavaca dan panjara mendorong kita untuk menuju keselamatan jiwa dan raga. Gayatri merupakan mantram pertama dari 6 bait mantram Tri Sandhya yang sangat disucikan bagi umat Hindu. Seperti yang diamanatkan dalam Atharvaveda, mantram Gayatri atau Gayatri mantram adalah Vedamata, ibu dari semua mantram Veda, yang dapat memberikan perlindungan, keselamatan, kegembiraan dan kebahagiaan. Berdasarkan ketetapan Pesamuhan Agung Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) tahun 1990, maka sikap tangan yang digunakan untuk melaksanakan puja Tri Sandhya adalah sikap amustikarana yakni sikap tangan kanan mengepal ditutup dengan jari-jari tangan kiri dan kedua ibu jari bertemu ditempatkan menempel didepan dada. Adapun urutan pelaksanaan Tri Sandhya, aba-aba untuk memulai sembahyang Tri Sandhya yakni: 1. Asana, 2. Pranayama, 3. Karasudhana, 4. Amusti Karana, 5. Tri Sandhya Ngawit. yang perlu diperhatikan pula sebelum memulai Tri Sandhya sebaiknya dilakukan doa pembersihan mulai dari : Pembersihan Tubuh, Posisi Sembahyang, Tangan, dan Pengaturan Nafas. Dan juga sebelum memulai Kramaning/Panca Sembah, sebaiknya dilakukan doa pembersihan sarana persembahyangan mulai dari bunga dan api.

C.2 Doa Sehari Hari
1. penyucian tangan
a. tangan kanan diatas tangan kiri
Om Suddhamam swaha
artinya: Om Hyang Widhi semoga tangan hamba bersih.

b. tangan kiri diatas tangan kanan
Om Hati suddhamam Swaha
artinya: Om Hyang Widhi semoga tangan hamba bersih.

2. Panganjali dan Parama Santih
a. Om Svasti astu
artinya: Om Hyang Widhi semoga hamba selalu dalam keadaan selamat atas karunianya.
b. Om Santih santih santih Om
artinya: Om Hyang Widhi semoga damai dihati damai di Dunia damai selalu.

3. Memulai suatu pekerjaan atau untuk mengucapkan selamat atas prestasi baru yang akan dicapai.
a. Om Awighnam astu namo siddham
artinya: Om Hyang Widhi, semoga tiada halangan, semoga tujuan tercapai.
b. Om sidhirastu Tatastu Swaha
artinya: Om Hyang Widhi hormat kami semoga semua berhasil dan sukses dengan baik

4. Bangun Pagi
Om utedanim bhagavantah syamota
prapitva uta madhye ahnam,
utodita maghavan suryasya vayam
devanam sumatau syama.
artinya:
Om Hyang Widhi, hamba memujamu, bahwa hamba telah bangun pagi dalam keadaan selamat.
5. Membersihkan Diri
a. cuci tangan
Om Ang Argha dwaya ya namah.
artinya: Oh Hyang Widhi, semoga kedua tangan hamba bersih.
b. Cuci Kaki
Om Pang Pada Dwaya ya namah
artinya: Oh Hyang Widhi semoga kedua kaki hamba bersih.
c. Berkumur
Om Jang jihwaya ya namah
artinya: Oh Hyang Widhi semoga mulut (lidah) hamba bersih.
d. Menggosok gigi
Om Sri Dewi Bhatrisma Rogini Ya Namah
artinya: Oh, Hyang Widhi, Dewi Sri Bhatrisma Yogini, semoga gigi hamba bersih.
e. Mandi
Om Ganga amrta ya Namah
artinya: Oh Hyang Widhi, semoga air (gangga) ini membersihkan kehidupan.

Om Sarira Parisuddham Swaha
artinya: Oh Hyang Widhi, semoga badan hamba menjadi bersih
f. keramas atau cuci rambut
Om Ganga namurteya namah
Om Grin Siwagriwa ya namah
artinya: Oh Hyang Widhi, semoga air (gangga) ini menjadi amrta dan membersihkan segala kekotoran kepala hamba.

6. Potong Ternak
Om Pasu pasaya wimahe,
Sirasca daya dhimahi,
tanno jiwah pracodayat,
Om Santih, Santih, Santih Om
artinya: Oh Hyang Widhi, ternak ini hamba ikat dan hamba potong lehernya untuk hamba persembahkan dengan pikiran suci, semoga jiwa/rohnya mendapat supat (peningkatan), semoga damai,damai, damai selalu.

7. Yajna Sesa
a. Yajna sesa untuk para Bhuta
Om Sarwa Bhuta sukkha pretebhyah swaha
b. Yajna Sesa untuk para Bhuta
Om Buktiantu pitara Dewan, bukti mukti wara swadah, Ang, Ah.
c. Yajna Sesa untuk para Dewata
Om Dewa Amukti, sukham Bhawantu, purnam bhavantu, nama nama Swaha.
d. Om Sarwa Bhuta Sukkha Pretebhyah Swaha
Artinya: Oh Hyang widhi, Semoga Para Bhuta senang menikmati makanan ini dan sesudahnya supaya pergi, tidak mengganggu.

8. Mantra Makan
a. Menghadapi makanan
Om am kham khasolkaya Isanaya namah Swaha, Swasti, Swasti sarwa Dewa Bhuta pradhana purusa Sang Yogya ya namah.
artinya:
Oh Hyang Widhi, yang bergelar Isana (bergerak cepat) para Dewa Bhuta, unsure Pradhana, Purusa, Para Yogi, semoga senang berkumpul menikmati makanan ini.
b. Mulai Makan
Om Amrtadi Sanjiwani ya namah Swaha
artinya: Oh Hyang Widhi, semoga makanan ini menjadi amrta yang menghidupkan hamba.
c. Sesudah Makan
Om Mogham annam vindate apracetah
satyam bravimi vadha it sa tasya
naryamanam pusyati no sakhayam
kevalagho bhavati kevaladi.
artinya:
orang yang tidak bijaksana memanfaatkan makanan sebaik-baiknya, aku katakana terus terang, ia sama saja dengan orang mati. ia tidak membagikan makanan kepada rekan-rekannya dan orang yang makan sendiri, akan menanggung dosa sendiri pula.

9. Selesai Bekerja
Om dewa Suksma Paramacintyaya namah swaha
sarwa karya prasidhatam
Om Santih, Santih, Santih Om
artinya:
Oh Hyang Widhi, Parama Acintyta yang maha gaib, atas AnugrahMU, segala pekerjaan hamba senantiasa mengarah kepada Mu yang baik itu.

10. Puja Mantra/Doa Dalam Sembahyang
• Sikap Sempurna (Asana)
Om Prasada Sthiti Sarira Siwa Suci Nirmala Namah Swaha.
artinya:
Oh Hyang Widhi dalam Wujud Siwa Suci tak ternoda, hormat hamba, hamba telah duduk dengan tenang.
• Pranayama ( mengatur nafas)
a. Puraka (tarik nafas)
Om Ang Namah
artinya: Oh Hyang Widhi dalam aksara Ang pencipta, hamba hormat.

b. Kumbhaka (tahan Nafas)
Om Ung Namah
artinya: Oh Hyang Widhi dalam aksara Ung pemelihara, hamba hormat.

c. Recaka (keluarkan Nafas)
Om Mang Namah
artinya : Oh Hyang Widhi dalam aksara Mang pelebur, hamba hormat.
• Mantra Untuk Dupa
Om Ang Dhupa dipastra ya namah
artinya: Oh Hyang widhi, Hamba persembahkan Dupa ini.
• menyucikan bunga/kembang dengan puja
Om Puspa-dantaya namah swaha
artinya: Oh Hyang widhi, semoga puspa ini menjadi suci
• Keramaning Sembah
a. Sembah Puyung/tangan kosong:
Om Atma Tatvatma suddha mam Svaha
artinya: Om Atma, Atmanya kenyataan ini, sucikanlah hamba.
b. Menyembah Sang Hyang Widhi sebagai Sang Hyang Aditya dengan Bunga.
Om Adityasya param jyoti
rakta teja namo’stute
sveta pankaja madhyastha
bhaskaraya namo’stute
artinya:
Om, sinar Surya yang maha hebat, engkau bersinar merah, hormat padamu, engkau yang berada ditengah teratai putih, hormat padamu pembuat sinar.
c. Menyembah Tuhan Sebagai Ista dewata dengan kembang / kwangen
Om Namo deva adhisthanaya
sarva vyapi vaisivaya
padmasana ekapratisthaya
ardhanaresvari ya namo’namah
artinya:
Om, kepada Dewa yang bersemayam yang tinggi pada tempat yang sangat luhur, kepada Siwa yang sesungguhnya berada dimana-mana, kepada dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat, kepada Ardhanareswari hamba menghormat.
d. Penyembah Tuhan sebagai pemberi anugrah dengan kewangen
Om Anugraha manohara
deva dattanugrahng diberikan para deva pujaan semua pujaan, hormat pada-Mu pemberi semua anugrah. deva-devi yang sangat berhasil yang berbadan yajna berpribadi suci, kebahagian kesempurnaan panjang umur, tiada rintangan gembira dan kemajuan, (demikian dianugrahkan-Nya).
e. Sembah Puyung
Om deva Suksma Paramacintyaya namah Svaha.
artinya: Om, Hormat pada Tuhan Yang gaib, tak terpikirkan.

11. Pemercikan tirtha Wasuhpada:
a. Pemercikan tiga kali
Om Ang Brahma amrta ya namah.
Om Ung Wisnu amrta ya namah
Om mang Iswara amrta ya namah
artinya: Oh Hyang Wdhi bergelar Brahma, Wisnu, Iswara, hamba memuja-Mu semoga dapat memberi kehidupan (dengan tirtha ini)
b. Minum tirtha tiga kali
Om Sarira paripurna ya namah
Om Ang Ung Mang Sarira siddha pramantya ya namah,
Om Um Ang samo sampurnaya namah
c. Meraup, percikan tirtha kemuka
Om Siwa amrta ya namah,
Om Sadasiwa amrta ya namah
Om Parama siwa amrta ya namah.
artinya:
Oh Hyang Widhi (Siwa, Sadasiwa, Parama-siwa) hamba memuja-Mu semoga memberi amrta pada hamba.

12. Memasang Bija
a. Bija untuk di dahi
Om sriyam Bhawantu
artinya: Oh, Hyang Widhi semoga kebahagiaan meliputi hamba.
b. Bija di bawah tenggorokan
Om Sukham Bhawantu
artinya: Oh Hyang widhi semoga kesenangan selalu hamba peroleh.
c. Bija untuk di telan
Om Purnam Bhawantu
Om Ksamasampurnaya namah svaha
artinya: Oh Hyang widhi semoga kesempurnaan meliputi hamba, Oh Hyang widhi semoga semuanya menjadi bertambah sempurna.

13. Meninggalkan tempat suci
Om Ksamasvamam mahadevah
sarvaprani hitankarah
mam moca sarva papebhyah
palayasva sadasiva.
artinya:
Oh Hyang Widhi ( Mahadewa) pencipta segala Makhluk, ampunilah dosa hamba, bebaskan hamba dari segala macam dosa, lindungilah dan tuntunlah hamba kejalan yang benar, Oh Hyang Widhi Sadasiwa.

14. Puja Mantra/Doa Menghaturkan sesajen:
a. Pemeriksaan air suci/tirtha
Om mang parama Siwa amrta ya namah svaha
artinya: Oh Hyang widhi parama siwa dalam aksara Mang pelebur mala, menganugrahkan amrta.
b. puja padmasana
Om anantanasana padmasana ya namah
artinya:
Oh Hyang widhi, yang bersinggasana di padmasana/lambing teratai suci/yang tiada terbatas, hanya memuja-Mu.
c. Puja Deva Pratistha
Om Ang dewa Pratisthaya namah
artinya: Oh, Hyang Widhi, semoga Hyang Widhi beristana dalam kesucian bhakti hamba dalam ucapan Ang Pencipta Alam.
d. menghaturkan bunga menurut Varna
misalnya dengan lima warna bunga.
Om Puspa panca warna ya namah svaha
e. penyucian sesajen
Om kara Murcyate, pras-pras pranamya y namah svaha
artinya:
Oh Hyang Widhi, engkau adalah Omkara bentuk aksara suci, semoga upacara hamba menjadi sempurna, sempurna, sempurna untuk bhakti kepada-Mu.
f. Ngayaban sesajen untuk para Dewa/Tuhan Yang Maha Esa.
Om Dewa Amukti, Sukham Bhawantu, purnam bhawantu, sriym bhawantu, namah-namah svaha.
g. Menghaturkan sesajen untuk leluhur
Om buktiantu durga katara, buktiantu kalamevaca, buktiantu bhuta butanah.
artinya:
h. Menghaturkan segehan
Om Buktiantu durga katara, buktiantu kalamevaca, buktiantu bhta butanah
artinya:
Oh Hyang Widhi, hamba menyuguhkan sesajen kepada Durgha kepada kalamewaca dan kepada Bhuta butangah.


10. PRAKTEK RITUAL KESEHARIAN UMAT HINDU (IDENTIFIKASI & ESENSI)

ye yatha may prapadyante tays tathaiva bhajamy aham, mama vartmanuvartante manuuyaa partha sarvauaa.
(Bhagavadgita IV.11)
‘Jalan manapun ditempuh manusia kearah-Ku, semuanya Ku terima, dari mana-mana semua mereka menuju jalan-Ku, wahai Partha (Arjuna).
______________________________________________________________________________
Oleh : Dewa Nyoman Suardana
Koordinator Bidang Pawongan
KKN IHDN IV Desa Dalung

A. Pendahuluan
Agama Hindu kepercayaan hidup pada ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa (yang kekal abadi). Tujuan agama Hindu atau Hindu Dharma adalah untuk mencapai kedamaian rohani dan kesejahteraan hidup jasmani (Mokshartham jagadhitaya ca iti dharma). Agama Hindu mempunyai 3 (tiga) kerangka dasar utama yaitu : 1. Tatwa/Filsafat, 2. Susila/Ethika, 3. Upacara/Ritual. Dalam agma Hindu terdapat asas keimanan yang disebut SRADDHA (kepercayaan). Kepercayaan ini disebut Panca Sraddha. Panca artinya lima dan Sraddha artinya kepercayaan, jadi Panca Sraddha yaitu Lima Kepercayaan, yaitu: 1. Percaya dengan adanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), 2. Percaya dengan adanya atma (roh leluhur), 3. Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala, 4. Percaya dengan adanya Samsara (punarbhawa), 5. Percaya adanya Moksa.
Kata Bali berarti Banten. Banten adalah lambang kesucian karena merupakan simbol Weda sekaligus perwujudan bhakti dan rasa syukur umat Hindu kepada Tuhan. Kesucian Bali meliputi parahyangan, pawongan, dan palemahan yang juga disebut Tri Hita Karana. Kesucian orang tidak lepas dari moralnya. Orang dikatakan suci kalau moralnya baik, sesuai dengan tuntunan ajaran agama, kaidah hidup, budaya dan undang-undang yang berlaku. Di Bali terdapat banyak hari suci Hindu itu dikarenakan para leluhur orang Bali berharap agar tiap saat ingat tentang kesucian.
Bali yang menggunakan pendekatan konsep desa, kala, patra dalam melaksanakan ritual menunjukkan bahwa Bali telah menerapkan konsep pemikiran pluralisme sebelum paradigma pluralisme menjadi trend zaman.
Konsep desa, kala, patra telah mampu menampung dan mengakomodasi berbagai potensi riil yang ada pada masyarakat, konsep ini memiliki prosedur kebijaksanaan berdasarkan pada pertimbangan tempat, waktu, situasi dan kondisi.
Semua potensi-potensi tersebut dipertimbangkan dengan cermat dan bijak dalam mengambil sebuah keputusan untuk melaksanakan suatu kewajiban utamanya yang berkaitan dengan ritual. sesungguhnya yang disebut upacara (ritual) tidak semata-mata upacara seperti persembahyangan yang yang menggunakan upakara (sarana materi). Dalam pengertian yang lebih luas, berdoa dengan cara berkonsentrasi atau memusatkan pikiran kepada Tuhan, dan lain-lainnya semua itu juga adalah ritual.
B. Pengertian dan Fungsi Mantram
Mengapa penggunaan mantra sangat diperlukan dalam sembahyang? Terhadap pertanyaan ini dapat dijelaskan bahwa sesuai dengan makna kata mantra yakni, alat untuk mengikatkan pikiran kepada obyek yang dipuja (Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Brahman).
Mantram-mantram berfungsi sebagai stuti, stave, stotra, atau pūjā yang bermakna untuk mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, para dewata manifestasi-Nya, para leluhur dan guru-guru suci, dalam pengertian ini termasuk pula untuk memohon keselamatan, kerahayuan, ketenangan dan kebahagiaan. Dalam fungsinya untuk memohon perlindungan diri, maka mantram berfungsi sebagai Kavaca (baju gaib yang melindungi tubuh dan pikiran kita dari kekuatan-kekuatan negatif atau jahat) dan Pañjara (membentengi keluarga dari berbagai halangan atau kejahatan).
Perlu ditambahkan, bila mengucapkan atau merapalkan mantram-mantram, hendaknya dipahami benar-benar arti dan maknanya. mengucapkan mantram tanpa mengerti makna, kitab Nirukta (1.13) menyatakan : Seorang yang mengucapkan mantram dan tidak memahami makna yang terkandung dalam mantram itu, tidak pernah memperoleh penerangan (kurang berhasil) seperti halnya sepotong kayu bakar, walaupun disiram dengan minyak tanah, tidak akan terbakar bila tidak disulut dengan korek api. Demikian pula halnya orang yang hanya mengucapkan mantram tidak pernah memperoleh cahaya pengetahuan yang sejati.
Menurut berbagai informasi dinyatakan bahwa terdapat tiga macam cara pengucapan mantram, yaitu:
1. Vaikari (ucapan mantram terdengar oleh orang lain).
2. Upāmsu (berbisik-bisik, bibir bergerak, namun suara tidak terdengar).
3. Mānasika (terucap hanya di dalam hati, mulut tertutup rapat).
Dari ketiga jenis atau cara pengucapan mantram diatas, Mānasika yang diyakini paling tinggi dan menurut hemat pemikiran, yang penting adalah kesujudan, kekusukkan, dan kesungguhan yang dilandasi oleh kesucian hati.

9. c. Kesimpulan

1. Pesan –pesan Moral Terpenting dalam Perayaan Hari Raya Saraswati
`Inti sari dari perayaan hari Saraswati adalah bahwa dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki, maka seseorang itu akan memiliki viveka, yaitu dapat membedakan mana yang baik mana yang buruk atau mana yang benar mana yang salah. Amatlah sia-sianya ilmu pengetahuan yang dimiliki jika ia tak mampu membela yang benar atau bahwa ia membela yang membayar. Seseorang yang benar-benar telah memiliki pengetahuan yang benar apapun jenis pengetahuannya, ia akan dapat meneropong dengan pengetahuan sesuatu itu benar atau salah berdasarkan disiplin ilmunya. Jika seseorang tahu bahwa berdasarkan disiplin ilmunya seseorang itu melanggar di depan matanya dan ia tidak mampu menghentikan atau paling tidak mengingatkan kepada si pelanggar, maka sia-sialah ilmu pengetahuan yang dimiliki itu. Pedang ilmu pengetahuan harus mampu mencegah kebatilan yang merajalela, demikian itulah pesan terpenting dari hakikat perayaan hari raya Saraswati.

2. Pesan Moral dalam Banyu Pinaruh
Setelah selesai melaksanakan puja Saraswati, keesokan harinya yaitu Redita wuku Sinta umat Hindu menyambut hari Banyupinaruh. Secara etimologi Banyupinaruh mengandung arti “air yang menyebabkan seseorang menjadi tahu tentang sesuatu”. Umat Hindu menyambut hari Banyupinaruh itu dengan melaksanakan penyucian diri dengan cara mandi atau membasuh muka sebagai symbol pembersihan diri. Hal itu dilakukan pada tempat-tempat sumber mata air, pantai, danau dan sebagainya. Selain itu umat Hindu juga memohon tirtha atau air suci Banyupinaruh sebagai simbol telah meminum ilmu pengetahuan.
Sebagaimana mandi dengan air, sebagaimana membasuh muka dengan air, agar manusia memperoleh kebersihan fisik, maka demikian pula manusia harus mandi dan membasuh jiwanya dengan ilmu pengetahuan. Itulah pesan-pesan moral dari perayaan hari Banyupinaruh.




D. Referensi :
1. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, MSi & I Made Artha BA.E. 2007. Samhita Bhisama, Parisada Hindu Dharma Indonesia. Bali : PHDI
2. Dr. Somvir. 2005. 108 Mutiara Veda. Denpasar : Panakom
3. Donder, I Ketut, & Wisarja, I Ketut. 2009. Teologi Sosial, Persoalan Agama dan Kemanusiaan Perspektif Hindu. Yogyakarta : Impulse.
4. Doktrinaya, I Komang Gede.2003. Kiprah dan Gagasan Tokoh Bali Soal Ajeg Bali. Bali : BPD HIPMI Bali

8. b. Pemujaan Saraswati Dipandang Dari Segi Tattwa, Susila, dan Upacara


1. Pemujaan Saraswati

Dalam Catur Weda terdapat 85 mantra tentang Dewi Saraswati. Terdapat banyak arti dari Saraswati yaitu : pengetahuan, sungai, ucapan, Veda, dan wanita. Mantra-mantra tentang Saraswati dalam Catur Veda direnungkan lalu diartikan oleh Rsi Madhuchanda, Rsi Bhargava, Brahma dan Vasistha. Walaupun dalam mantra-mantra tersebut nama-nama para rsi berbeda-beda, tetapi Dewa dari semua mantra tersebut adalah Dewi Saraswati.

Dalam Purana terdapat tiga dewi yaitu : Saraswati, Laksmi, dan Parwati. Tetapi dalam Veda sedikit berbeda yaitu Ila, Saraswati, dan Bharati. Ketiga dewi tersebut merupakan putri dari Aditi.

Dalam Saraswati Stotra dari Padma Purana disebutkan bahwa Dewi Saraswati duduk di atas bunga teratai yang merupakan symbol spiritualitas dunia. Keempat tangan-Nya melambangkan pengetahuan Catur Veda. Dewa Brahma dan Dewi Saraswati merupakan lambang pengetahuan Catur Veda dan Beliau menciptakan dunia.

Dalam Tantra, Dewi Saraswati dikaitkan dengan energi wanita, yang memiliki 64 jenis keahlian. Dewa Brahma dan Dewi Saraswati adalah “Creative Cosmic Couple”. Mantra yang perlu diucapkan untuk memuja Dewi Saraswati adalah :

“Svetapadmāsanā devi svetapuspopa śobhitā

svetāmbaradharā nityā svetagandhānulepanā

stotrenānena tām devīm jagaddhātrīm sarasvatīm

ye smaranti trisandhyāyām sarvām vidyām labhante te”.

Artinya: “Seseorang yang mengucapkan puji-pujian dengan mantra ini akan mendapatkan segala jenis pengetahuan”. Perayaan hari Saraswati adalah untuk merenungkan diri sejauh mana kita memiliki pengetahuan dan berapa kali kita membaca Veda yang kita sucikan. Perayaan hari Saraswati baru akan berarti bila kita memahami bahwa Veda adalah buku suci. Belajar, mengajar, dan mendengar adalah kewajiban setiap orang baik, sehingga rahasia yang tersembunyi dalam Veda bisa dirasakan.

Seseorang harus membuat hidupnya sebagai yadnya karena menurut Bhagavadgita kehidupan manusia adalah yadnya itu sendiri. Dalam kehidupan peranan para Dewa sangat besar. Dewa Agni merupakan energi dalam kehidupan, Dewa Indra merupakan air dalam badan manusia. Demikian pula halnya dengan pengaruh Dewi Saraswati. Ia memiliki dua peranan dalam kehidupan manusia. Pertama, Ia menganugerahkan ucapan halus dan benar kepada mereka yang memuja-Nya. Ucapan halus saja tidak cukup, tetapi lebih dari itu ucapan juga harus benar! Ucapan harus berdasarkan ahimsa dan dilandasi cinta dan kasih sayang sehingga tidak mengganggu hubungan antar sesama. Peranan Dewi Saraswati yang kedua adalah menganugerahkan buddhi yang baik sehingga manusia bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan yang tidak baik. Dengan demikian dalam kehidupan ini kedua hal tersebut dianugerahkan setiap hari kepada pemuja-Nya. Pada saat muncul pikiran jahat dalam diri kita untuk mengganggu, menyakiti, atau berbuat jahat kepada orang lain, pada saat itu pula Dewi Saraswati meninggalkan orang tersebut. Demikian juga pada waktu orang yang mengeluarkan kata-kata kasar dan penuh himsa, berarti Dewi Saraswati telah jauh dari kehidupan orang tersebut.

Untuk menghadirkan kedua anugerah tersebut dalam hati kita, perlu dilakukan pemujaan terhadap Dewi Saraswati sebagai prayascita. Seringkali kita menganggap bahwa anugerah Dewi Saraswati hanya sebatas pengetahuan saja, akan tetapi dalam mantra tersebut ditegaskan bahwa dengan anugerah Dewi Saraswati seseorang akan mendapatkan kebijaksanaan dan ucapannya bagaikan amrta, walaupun orang tersebut tidak pernah mendapatkan pendidikan Veda dan pendidikan lainnya.

2. Tentang Hari Raya Saraswati dari Segi Tattwa, Susila, dan Upacara

Dalam Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu (poin 19, Hal : 48, Tentang Hari Raya Saraswati dari Segi Tattwa, Susila, dan Upacara) di sebutkan sebagai berikut :

  1. Tentang Tattwa :

1. Etimologi.

Saraswati terdiri dari kata : Saras dan Wati

1. Saras berarti sesuatu yang mengalis, dan “kecap” atau ucapan.

2. Wati berarti yang memiliki atau mempunyai. Jadi, Saraswati berarti : yang mempunyai sifat mengalir dan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.

2. Istilah

1. Dalam ajaran Tri Murti menurut agama Hindu Sang Hyang Saraswati adalah Sakitnya Sang Hyang Brahman.

2. Sang Hyang Saraswati adalah Hyang-Hyangnya Pangaweruh.

3. Aksara merupakan satu-satunya Lingga stana Sang Hyang Saraswati

4. Pengertian odalan Sang Hyang Saraswati

Hari Saniscara umanis wara Watugunung adalah sebagai hari pemujaan turunnya ilmu pengetahuan oleh umat Hindu.

B. Ethika

1. Pemujaan Saraswati dilakukan sebelum tengah hari.

2. Sebelum perayaan Saraswati, tidak diperkenankan membaca atau menulis.

3. Bagi yang melaksanakan “Brata Saraswati” tidak diperkenankan membaca dan menulis selama 24 jam.

4. Dalam mempelajari segala “pangaweruh” selalu dilandasi dengan hati “Astiti” kepada Hyang Saraswati, termasuk dalam hal merawat perpustakaan.

C. Upakara

1. Tempat :

Semua pustaka-pustaka keagamaan dan buku-buku pengetahuan lainnya termasuk alat-alat pelajaran yang merupakan “Lingga stana Hyang Saraswati” diatur dalam tempat yang layak untuk itu.

2. Banten :

Upakara Saraswati sekurang-kurangnya : Banten Saraswati, sodaan Putih Kuning, dan canang selengkapnya.

3. Kekuluh (tirta)

Tirta yang dipergunakan hanya tirta Saraswati, diperoleh dengan jalan memohon ke hadapan Hyang Surya sekaligus merupakan tirta Saraswati, ditempat Lingga Saraswati masing-masing.

4. Pelaksanaan

1. Didahului dengan menghaturkan penyucian, ngayabang aturan, muspa dan matirta.

2. Upakara Saraswati Puja ditetapkan nyejer sampai keesokan harinya.

5. Banyupinaruh (pina wruh) Redite Paing Sinta.

1. Asuci laksana

Di pagi hari umat asuci laksana (mandi, keramas dan berair kumkuman).

2. Upakara

Dihaturkan labaan nasi pradnyan, jamu sad rasa dan air kumkuman. Setelah dihaturkan pasucian/kumkuman labaan dan jamu, dilanjutkan dengan nunas kumkuman, muspa, matirta, nunas jamu dan labaan Saraswati/nasi pradnyan barulah upacara diakhiri/lebar.

D. Sanggraha Kosa (Materi Penyangga)

Hari Raya Saraswati dilengkapi dengan Sanggraha Kosa sebagai berikut :

  1. Lambang, berwujud wanita cantik bertangan empat dengan atribut-atribut cakepan, genitri, wina, teratai disamping burung merak dan angsa.
  2. Padewasan

1. Dirayakan hari Saraswati pada Saniscara Umanis Watugunung tampaknya mempunyai kaitan dengan mitologi pawukon, khususnya Watugunung dan Sinta.

2. Untuk itu perlu didalami apa makna, hari-hari pada kedua wuku tersebut.

  1. Upakaranya

Bentuk, nama dan bahan upakara khusus dalam hubungan odalan Saraswati perlu didalami tentang arti dan maksudnya seperti : cecak, daun beringin, daun keraras, gilingan andong dan jamu.

  1. Keputusan : Pedoman kepustakaan dalam hubungannya dengan Saraswati antara lain :
    1. Tutur Aji Saraswati
    2. Sundarigama
    3. Medangkemulan
    4. Purwaning Wariga

7. “ARTI DIBALIK PERAYAAN SARASWATI ”

Apa makna serta mengapa merayakan Hari Saraswati ?????



Pāvakā nah sarasvatī vājebhirvājinīvatī yajňam vastu dhiyāvasuh.
(Rgveda: 1.3.10)

Dewi Saraswati (sarasvati) yang menyucikan, (pāvakāh), Engkau penuh kemakmuran (vājinivatī) karena memiliki pengetahuan, kekayaan dan kekuatan (vāj ebhih), pemberi kecerdasan (dhiyāvasuh), sempurnakanlah (vastu) yadnya kehidupan (yajňam) kami (nah).

‘Dewi Saraswati yang menyucikan, engkau penuh dengan kemakmuran karena memiliki pengetahuan kekayaan dan kekuatan, pemberi kecerdasan, sempurnakanlah yadnya kehidupan kami’.
-------------------------------------------------------------------------------------------
artikel disampaikan dalam perayaan Hari Raya Saraswati
di Pesraman Brahmacari,Untal-Untal, Dalung; Sabtu, 1 Agustus 2009
oleh : Dewa Nyoman Suardana


A. Pendahuluan
1. Makna Hari Raya Saraswati dan Peningkatan Kualitas Sosial
1.1 Hakikat Hari Raya Saraswati
Landasan pokok dari Ajeg Bali adalah kesucian. Kesucian adalah merupakan landasan pokok yang telah ditanamkan para leluhur orang Bali sejak dulu. Ajeg juga tidak bisa lepas dari panorama alam Bali, moral orang Bali, umat Hindu, taksu Bali dan kejujuran masyarakat Bali. Kata Bali berarti banten. Banten adalah lambang kesucian karena merupakan symbol Weda sekaligus perwujudan bhakti dan rasa syukur umat Hindu kepada Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa (BRAHMAN). Jika ingin mengajegkan Bali, harus menjaga kesucian Bali. Kesucian tersebut meliputi parahyangan (kesucian Bali), pawongan (manusia Bali) dan palemahan (alam Bali) yang juga disebut Tri Hita Karana. Dikarenakan pola berpikir para leluhur orang Bali kita adalah kesucian maka para leluhur kita membuat banyak Pura. Di Bali juga terdapat banyak hari suci Hindu, itu karena para leluhur kita berharap tiap saat kita ingat tentang kesucian. Salah satu hari suci Hindu adalah Saraswati.
Hari Raya Saraswati adalah hari raya agama Hindu yang jatuh pada setiap 210 hari sekali tepatnya pada hari Saniscara (Sabtu) Umanis Wuku Watugunung sebagai hari pemujaan kepada Sang Hyang Aji Saraswati, manifestasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan. Manifestasi Hyang Widhi ini dilambangkan dengan seorang dewi membawa rebab, genitri , pustaka suci, teratai dan bersthana diatas angsa. Kata Saraswati itu sendiri terdiri dari 2 kata yaitu saras yang berarti sesuatu yang mengalir atau ucapan dan wati yang berarti sesuatu yang memiliki sifat mengalir. Sesuatu yang bersifat mengalir tak lain adalah air, seperti air di sungai. Oleh karena sebab itu ada sungai yang dianggap suci oleh umat Hindu yakni Sungai Saraswati di India. Selain itu yang memiliki sifat mengalir adalah ilmu pengetahuan dan yang menguasai ilmu pengetahuan ini tak lain adalah Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri yang bermanifestasi sebagai Dewi Saraswati, oleh sebab itu Dewi Saraswati adalah sumber ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan . Dewi Saraswati itu sendiri adalah manifestasi Hyang Widhi Wasa yakni dewa Brahma manifestasinya Tuhan sebagai Pencipta. Dalam bahasa matematika Saraswat termasuk derivat (turunan) kedua dari manifestasinya Tuhan. Tuhan yang Maha Esa menciptakan diri-Nya sebagai Ilmu Pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai dasar kekuatan yang diperlukan dalam proses penciptaan.
Berdasarkan konsepsi di atas, maka ilmu pengetahuan digambarkan sebagai Dewi Saraswati yang berwajah cantik jelita. Makna yang hendak diungkap dalam penggambaran tentang ilmu pengetahuan sebagai Dewi yang sangat cantik adalah bahwa ilmu pengetahan itu sangat menarik. Seperti seorang lelaki pasti akan tertarik dengan seorang wanita cantik, maka demikian pula setiap orang akan tertarik dengan ilmu pengetahuan . Dengan memiliki ilmu pengetahuan seseorang dapat hidup dengan sempurna, untuk ilmu pengetahuan yang dipersonifikasikan sebagai seorang dewi yang cantik digambarkan memiliki berbagai atribut. Adapun segala atribut yang terdapat dalam wujud Dewi Saraswati itu memiliki makna sebagai berikut :
a. Daun Lontar adalah symbol sumber ilmu pengetahuan,
b. Teratai adalah symbol kesucian dari ilmu pengetahuan,
c. Angsa adalah symbol wiweka atau kebijaksanaan yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk,
d. Genitri adalah simbol bahwa ilmu pengetahuan tidak pernah habis untuk dipelajari,
e. Rebab adalah symbol bahwa ilmu pengetahuan itu memiliki nilai estetika,
f. Bulu burung merak melambangkan kewibawaan,

1.2 Peningkatan Kualitas Sosial
Pesan-pesan moral yang hendak diusung dalam perayaan hari raya Saraswati adalah bahwa setiap orang mesti tertarik dengan ilmu pengetahuan. Karena dengan ilmu pengetahuan manusia dapat memecahkan berbagai persoalaan kehidupannya. Dengan ilmu pengetahuan seseorang dapat mencapai kesucian, sebab dalam ilmu pengetahuan terdapat berbagai ilmu termasuk ilmu untuk mencapai kesucian itu sendiri. Dengan ilmu pengetahuan itu juga maka seseorang dapat membedakan mana yang sesungguhnya dan mana yang bukan sesungguhnya, dengan kata lain dengan ilmu pengetahuan manusia dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Melalui perayaan hari raya Saraswati terdapat pesan-pesan moral bahwa manusia harus terus menerus mancari ilmu pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan itu tanpa batas. Sehingga ilmu pengetahuan tidak pernah akan habis untuk dipelajari, selain itu dengan memiliki ilmu pengetahuan maka seseorang akan timbul nilai estetika dalam dirinya dan juga mampu menilai serta menghargai nilai-nilai estetik atau nilai-nilai keindahan dari sesuatu yang dilihatnya. Dengan kemampuan menilai sesuatu dari sudut keindahan nya, maka manusia memiliki kecenderungan untuk memelihara sesuatu dan tidak mau dan hanya ingin menghancurkan segala sesuatu yang tidak berkenan dalam hatinya. Kemudian bahwa dengan memiliki ilmu pengetahuan, maka otomatis seseorang akan berwibawa. Jadi kewibawaan seseorang itu tidak perlu dicari-cari, miliki saja ilmu pengetahuan sebanyak mungkin, maka kewibawaan pasti diperoleh.
Memperhatikan demikian banyak manfaat dari ilmu pengetahuan itu, maka sudah sepantasnyalah manusia harus berlomba-lomba mecari ilmu pengetahuan. Niscaya dengan ilmu pengetahuan tersebut segala duka nestapa dapat ditanggulangi.

6. SPESIFIKASI STRUKTURAL (BEM FBW)

Oleh : Dewa Nyoman Suardana
Ketua BEM FBW 2009/2010
_________________________________________________

A. Pendahuluan
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Brahma Widya Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar adalah salah satu organisasi kemahasiswaan (Orkemas) yang merupakan bagian dari BEM IHDN Denpasar yang biasa disingkat dengan BEM FBW. Di seluruh lembaga atau instansi Pendidikan Tinggi (PT) pada umumnya sudah pasti terdapat sebuah organisasi kemahasiswaan yang sering disebut dengan Orkemas kampus. Dalam mengaktualisasikan eksistensinya orkemas-orkemas tersebut umumnya mengadakan sebuah aktivitas dalam bentuk sebuah kegiatan. Kegiatan orkemas tersebut umumnya identik dengan kegiatan aktif tentang aktivitas akademika. Salah satu kegiatan rutin tahunan BEM FBW adalah menyelenggarakan atau mengadakan OSPEK (Orientasi Pengenalan Kampus) yang dalam bahasa kegiatan di IHDN sendiri disebut dengan MASAYU (Mahasisya Upanayana). Masayu diadakan setiap satu tahun sekali yakni pada saat dimulainya penerimaan mahasiswa baru (MABA).

B. Identifikasi BEM FBW dan Aktivitasnya
Perlu diketahui di IHDN sendiri terdapat beberapa orkemas mulai dari tingkat Institut, diantaranya ada: DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa), BEM IHDN (Badan Eksekutif Mahasiswa). Dan dimasing-masing fakultas khususnya Brahmawidya ada, BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa), BEM FBW (Badan Eksekutif Mahasiswa), HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Teologi dan Filsafat. Dan juga selain orkemas diatas tadi juga terdapat beberapa UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang jumlahnya dua puluh tiga unit.


Semua orkemas diatas tersebut mengenai hak dan kewajiban fungsionaris dan organisasi serta pendanaan keorganisasian itu segalanya diatur dalam MUSMA (Musyawarah Mahasiswa) yang menjadi indikator hukum setiap langkah-langkah atau keputusan yang diambil oleh orkemas tersebut baik di tataran Institut, Fakultas hingga di UKM. BEM FBW merupakan bagian dari orkemas dilingkungan kampus IHDN yang pola srtuktural keorganisasian merupakan kombinasi antara sistem organisasi kepengurusan yang berbentuk KBS (ketua, Bendahara, Sekretaris) dan Koordinator dimasing-masing cabang dan pokjar. Fungsionaris BEM FBW periode 2009-2010 yang dibawah komando saudara Dewa Nyoman Suardana selaku ketua bersama Goopi N Chellapan selaku wakil berjumlah 25 orang (terlampir). Serta selama 1 tahun kepengurusannya mengusung visi dan misi.

VISI : Membentuk Mahasiswa Kritis, Progresif, dan Kompetitif

MISI : Menumbuhkan kapabilitas mahasiswa melalui Program Kerja Eksternal dan Internal.

Dalam menunjukkan eksistensi dan peran sertanya pada masyarakat intelektual kampus dan masyarakat luas pada umumnya memerlukan suatu kegiatan dalam wujud kongkrit dan program kerja yang nantinya dapat bermanfaat bagi kampus dan masyarakat pada umumnya. Untuk periode 2009-2010 BEM FBW mencanangkan beberapa progam yang telah disepakati melalui hasil RAKER (Rapat Kerja) di internal BEM FBW yakni diantaranya : 1. Studi Banding, 2. Seminar, 3. Pelatihan, 4. Pengabdian Masyarakat, 5. Sosialisasi eksistensi FBW. Peran serta Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Brahma Widya Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar dalam mewujudkan Tri Dharma perguruan tinggi yang berupa penelitian, pendidikan dan pengabdian dapat diwujudkan melalui program kerja yang akan dilaksanakan selama satu tahun periode dalam satu kali kepengurusannya.

Berikut ini dideskripsikan kriteria untuk bisa tergabung didalam struktural orkemas BEM FBW. Anggota atau fungsionaris BEM FBW itu dipilih secara langsung oleh Ketua BEM FBW yang terpilih dikarenakan ketua memiliki hak preogratif untuk memutuskan. Sebelum terpilihnya ketua BEM FBW tersebut sudah tentu melalui proses demokrasi yang dikoordinir oleh KPR (Komisi Pemilu Raya). Adapun persyaratan untuk mengajukan diri menjadi pimpinan BEM FBW itu diatur dalam Ketetapan MUSMA (Musyawarah Mahasiswa).


C. Kesimpulan

Kita mesti melakukan spionase dari kutipan sebuah ungkapan ”gak kenal maka gak sayang” kalau di cermati lebih dalam untuk mengetahui sebelum proses perkenalan bisa diawali melalui lewat hanya kenal suara saja (kenal di telpon) atau bertemu langsung/bertatap muka yang pada intinya adanya sebuah proses interaksi komunikasi antar dua atau lebih individu tersebut. Nah mudah-mudahan perkenalan yang dimediasi oleh makalah ini berimplikasi untuk terjalinnya kooperasi antara pejabat struktural BEM FBW periode 2009-2010 khususnya dengan (MABA) mahasiswa baru nantinya terjalin ikatan historis kekeluargaan dan kebersamaan (astungkara). Mengutip kalimat seorang teman yang mengatakan bahwa untuk mendapatkan dan meningkatkan kompetensi mahasiswa tidak hanya melalui aktif studi tetapi mesti juga diimbangi dengan aktif organisasi dan interaktif langsung dengan masyarakat, lanjutnya mengatakan bahwa mengingat mahasiswa adalah merupakan agen of change. Mudah-mudahan dari sekarang lewat pesan makalah ini mahasiswa kedepan fakultas Brahmawidya khususnya terlahir dinamisme untuk berkompetisi menjadi pimpinan mulai dari tingkat BEM Institut, BEM Fakultas hingga ditingkat UKM. Slogan yang relevan untuk mengakhiri makalah ini adalah ”Sukses Organisasi, Sukses Akademis”.


* Disampaikan dalam acara MASAYU BEM FBW pada tanggal 26 Agustus 2009 bertempat di ruang S2 IHDN Denpasar Kampus Bangli, jln. Nusantara Kubu Bangli.
* Dewa Nyoman Suardana, pengalaman organisasi: Mahasiswa IHDN FBW angkatan 2006 anak Teologi, Ketua BEM FBW periode 2009-2010, Wabid Hubungan Antar Organisasi GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) periode 2007-2009, Anggota KMHDI Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia) angkatan 2009, Pembina Pesraman Brahmacari (sekarang), Turut mendirikan FHDPB Forum Hindu Dharma Pesraman Brahmacari) sekaligus sebagai Pembina merangkap anggota, Ketua STT Pemerajan Candi Manggis Karangasem periode 2007-2009. pernah tergabung dalam Aksi Damai KPB (Koalisi Penyelamatan Bali), ikut dalam Aksi Damai ”Revitalisasi Semangat Nasionalisme” 17 agustus 2009 bertempat di bunderan jalan ROMA (Robinson Matahari).